Ralia’s pov
Setelah empat hari di rumah sakit, aku dengan si kembar sudah diperbolehkan pulang. Tentu saja kedatangan di kembar mendapat sambutan hangat dari Tika dan Lily yang langsung menghambur ke pelukanku begitu aku masuk rumah.
Selama 3 hari ini aku meminta Mama dan Bunda untuk menginap di rumah Pak Indra karena aku membutuhkan mereka. Mama dan Bunda bilang itu hal yang wajar jika setiap perempuan setelah melahirkan selalu ingin dekat dengan ibu.
Hari ini akan diadakan aqiqah untuk si kembar tepat 7 hari lahirnya mereka. Sesuai dengan waktu pelaksanaan aqiqah yang disunahkan pada hari ke 7 dari kelahiran bersadarkan sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya, disembelih darinya pada hari ke-7 dan dia dicukur dan diberi nama” (HR. Imam Ahmad dan Asbabun Sunnan, disalihkan oleh Tirmidzi).
Sedangkan jumlah kambing untuk aqiqah empat ekor karena keduanya laki-laki. Hal ini sesuai dengan hadist dari Aisyah r.a. berkata, yang artinya: “Rasulullah SAW memerintahkan mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan 1 ekor” (HR. Tirmidzi). Untuk daging aqiqah, sepertiga akan dimasak dan dimakan bersama saat acara nanti malam, sepertiga lagi untuk kaluarga besar yang hadir dan sepertiganya lagi untuk para tetangga.
Aku melihat banyak orang mendekorasi rumah Pak Indra untuk acara aqiqah nanti. “Lihatlah sayang, semua orang berbahagia untuk acara nanti malam.”
Mama yang menggendong si kakak memperlihatkan semua orang yang bekerja sama membantu. Aku melihat Pak Indra dengan Revan dan Rian memasang dekorasi. Aku tersenyum melihat si Adik yang hanya mau denganku.
“Hai kembar. Lihatlah, tante Hilda akan memasak sesuatu yang lezat untuk nanti malam. Kalian pasti akan menyukainya.” Hilda mencium si kembar.
“Baiklah, kami menunggu masakan tante Hilda.” Mama bersuara seperti anak kecil dan melambaikan tangan si Kakak.
“Berhenti bicara dan bantu aku!” kata Mika yang sedari tadi menusuk daging kambing untuk dijadikan sate.
“Ya, ya.” Hilda berjalan menuju Mika.
“Mbak tidak lelah menggendongnya sejak tadi? Sini, Azka saja yang menggendong di manja ini.” Azka tersenyum padaku.
“Tidak, dia akan menangis jika tidak denganku. Kamu bantuin Mika sama Hilda saja” kataku membuat Azka cemberut.
“Azka kan mau main bersama mereka.” katanya dengan nada manja.
Aku memandang Mama yang menahan tawanya, “Baiklah, ini bermainlah dengan Kakak. Mama akan membantu Bunda Rita dan yang lainnya memasak gule.” kata Mama membuat Azka dengan senang hati menerima si kakak yang tidur nyenyak.
Tiba-tiba adik bergerak gelisah dan mulai menangis. “Sepertinya Adik buang air. Sebentar ya.” pamitku pada Azka yang mengangguk. Aku berjalan menuju kamar si kembar untuk melihat apakah dugaanku benar.
“Adik kenapa, Ra?” tanya Mbak Maya begitu aku masuk kamar, entah dimana dia tadi.
“Sepertinya buang air.”
“Sini, biar Mbak yang mengganti popoknya.” katanya membuatku tersenyum dan menyerahkan si adik.
Mbak Maya menerimanya dan membawanya ke ranjang. “Dia pipis, Lia.” Aku yang duduk di tepi tempat tidur mengangguk saja.
“Sebentar ya, Adik. Bunda ganti popoknya sebentar saja.” Mbak Mauya terlihat sedikit kerepotan karena Adik mulai rewel.
“Kenapa?” tanya Pak Indra yang berdiri di sebelahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love New Version
RomanceAku memiliki semua hal yang ada di bumi ini, kecuali cinta Pak Indra. Karena cintanya hanya milik Mbak Maya. -Ralia Zahari Aryeswara- Maya atau Ralia? Aku tidak bisa memilih salah satu dan aku butuh keduanya. -Ilyasha Indra Muhammad- Aku hanya memil...