56. Firasat

395 36 11
                                    

Author’s pov

Ayu menatap bayi dalam gendongannya yang masih saja menangis. Bayi yang baru berusia satu minggu ini sejak tadi tidak mau diam. Hal ini membuat Ayu frustasi, ia ingin ikut menangis saja rasanya.

“Sayang, diam ya Nak. Siba anak yang tampan dan penurut, bukan?” bukannya diam, bayi bernama Siba itu terus saja menangis. Ayu mendudukkan dirinya di sebelah tempat tidur, ia memeluk putranya erat dan ikut menangis.

“Aku tidak sanggup menanganinya sendirian. Aku membutuhkan suamiku.” Ayu menangis menatap wajah Siba yang masih merah.

“Mama!” Ayu menghapus air matanya saat melihat putri pertamanya melangkah ke arahnya. “Adik kenapa, Ma? Kenapa sejak tadi dia tidak mau diam?” Sira melihat adiknya dengan wajah sedih.

“Mungkin Siba merindukan Papa.”

Sira menatap ibunya, “Sira juga merindukan Papa. Kenapa Papa tidak bersama kita, Ma? Kenapa para polisi itu menangkap Papa? Apa Papa melakukan kejahatan?”

Tangan Ayu terulur mengelus pipi putri pertamanya, “Sayang, Mama tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Hmm, bagaimana jika sekarang kita pergi menemui Papa? Kau bertanya saja pada Papa, hmm?” Sira mengangguk membuat Ayu sedikit lega.

“Sira akan membantu Sina bersiap, Ma.” Sira memeluk mamanya dan berjalan keluar kamar untuk membantu Sina bersiap. Ayu menangis melihat Sira yang begitu pengertian dan memahaminya.

“Sira, Sina, dan Siba tidak boleh tumbuh besar seperti Mama dan Papa. Kalian bertiga harus tumbuh menjadi orang-orang baik. Jangan sampai kalian meniru hal buruk yang Mama dan Papa lakukan.” Ayu menciumi wajah merah Siba yang perlahan tangisannya mulai reda.

Ayu menghela napas panjang berulang kali, ia meratapi nasibnya yang harus mengurus ketiga anaknya seorang diri. Selama ini dia dan Bram berbagi tugas dan menalani kehidupan rumah tangga yang bahagia.

Ayu menyusui putra kecilnya, pandangannya tertuju pada foto keluarga yang terpajang di kamarnya. “Kehidupan kita sangat bahagia sebelum rencana pembalasan dendam itu, Bram. Aku menyesal telah mendukungmu melakukan pembalasan dendam ini, seharusnya aku menghentikanmu Bram. Aku dan anak-anak tidak bisa hidup tanpamu, sungguh.”

Sidang putusan telah digelar, Bram divonis 3 tahun penjara dengan masa percobaan satu bulan. Semua bukti menguatkan tuntutan keluarga Indra pada Bram, hal yang membuat Ayu sangat sedih adalah kejahatannya yang dilimpahkan pada Bram. Itulah sebabnya ia tidak dijatuhi hukuman karena Bram menanggung semuanya.

Bram sudah memikirkan ini, walau dia dan Ayu yang merencanakan semua ini tetap saja dialah yang harus disalahkan. Bram melindungi Ayu dari tuntutan hukum dengan tidak melibatkannya dalam hal apapun.

Seluruh uang milik Indra dan Maya telah dikembalikan, rumah megah yang dihuni keluarga Bram disita. Sekarang keluarga kecil Bram tinggal di rumah yang dulu mereka tempati, karena tidak ada gunanya mereka kabur.

“Apakah aku bisa membesarkan anak-anak kita sendirian selama tiga tahun?”

#

-Lapas-

Bram tersenyum lebar ketika melihat istri dan anak-anaknya datang. “Papa!” Sira dan Sina berebut memeluk Bram yang dengan senang hati memeluk keduanya. Ia menciumi kedua anaknya dan tersenyum pada Ayu yang menggendong Siba. Bayi mungil itu tertidur pulas sekarang.

“Papa kapan pulang?” suara Sina mengalihkan pandangan Bram. “Sina ingin dibacakan cerita sebelum tidur, Papa.” Bram menatap Ayu yang menghela napas panjang.

“Segera. Papa akan segera pulang dan kita berlima bisa bermain bersama lagi.” Bram menghujani wajah kedua anaknya dengan ciuman.

Bram menggenggam tangan istrinya dan mengecup punggung tangannya, “Kau pasti kewalahan mengurus mereka bertiga.”

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang