42. Labil

326 36 21
                                    

Indra’s pov

Maya jatuh terduduk setelah Ralia melangkah meninggalkan halaman belakang. Aku memeluk Maya yang menangis dengan pandangan tertuju pada Ralia yang masuk ke dalam rumah dengan Bunda dan Tika. Sungguh, aku tidak menyangka Ralia yang lemah lembut dan penyayang bisa melakukan hal seperti ini.

Apa selama ini kehadiran Maya di sekitarnya benar-benar membuatnya tidak nyaman?
Ternyata rencanaku dengan Maya salah, seharusnya aku tidak menyarankan ide ini padanya.

Ayah datang pada kami dengan wajah terkejutnya. “Ada apa sebenarnya? Kenapa Ralia bisa semarah itu?” Ayah menyerahkan tissue pada Maya yang jatuh terduduk dan menangis. Aku membantu Ayah membersihkan jus dari wajah dan bajunya.

“Inilah akibat karena kau tidak mau mendengarkanku.” Aku mendongak menatap Kakek yang berdiri dengan angkuhnya. “Aku sudah memperingatkan Maya sejak awal untuk tidak menganggu Ralia. Lihat, apa hatinya luluh?”

“Ayah-”

Kakek menghela napas panjang dan berbalik. “Ada baiknya mulai sekarang kau menjauh dari cucu menantuku, Maya. Dia adalah keturunan Aryeswara, jika kau melewati batasanmu dia bisa bertindak lebih dari ini. Paham?” Maya mengangguk.

Kakek mengalihkan pandangannya ke arahku, “Aku tahu kau sangat ingin mendamaikan istri pertamamu dengan Ralia, dengan adanya kejadian ini ku harap kau tahu bahwa itu tidaklah mungkin. Ralia membenci Maya karena telah melukai harga dirinya dan tidak akan pernah bisa memaafkannya. Mulai detik ini jangan pernah memaksa Ralia berbaikan dengan Maya.” Kakek melangkah masuk ke dalam rumah.

Ayah mengelus rambut Maya dan menghela napas panjang, “Walau tidak semuanya, tapi Ayah setuju dengan apa yang dikatakan kakekmu, Maya. Lebih baik kau menjauh darinya selama beberapa hari.”

“Tapi Ayah-”

“Ayah yakin nanti Ralia sendiri yang akan datang dan mencarimu. Selama tiga bulan ini kau ada bersamanya setiap hari dan selalu mencoba segala cara untuk meluluhkan hatinya. Jika kau tidak ada, dia pasti merasa ada yang kurang dan mencarimu.”

Maya menatapku dan Ayah bergantian, “Apa itu benar?”

“Ya, jika kau tidak bisa meluluhkannya dengan kehadiranmu maka dia bisa luluh ketika menyadari ketidakhadiranmu.” Maya tersenyum dan mengangguk.

“Sekarang bersihkan dirimu.” Ayah menepuk bahu Maya dan melangkah masuk. Aku senang, diantara Kakek dan Bunda yang membenci Maya, masih ada Ayah yang mendukungnya dan menyayanginya.

“Mas, sepertinya yang dikatakan Kakek benar.” Maya menatapku dengan mata berkaca-kaca. “Aku menyakiti Ralia dengan sangat dalam dan aku melukai harga dirinya.” Aku memeluk Maya yang menangis semakin keras.

“Sssstt, kita masuk dan bersihkan dirimu dulu. Kita bahas ini nanti ya, sayang.” Aku mengecup keningnya dan menuntunnya masuk ke dalam rumah. Pikiranku tertuju pada perubahan sikap Ralia empat bulan terakhir, dia menunjukkan ketidaksukaannya pada Maya dan bersikap dingin padanya. Padahal sebelumnya hubungan mereka cukup baik.

Apa ya yang membuat Ralia berubah?

#

Ralia’s pov

“Sayang, sudah ya jangan menangis.” Aku menangis di pelukan Bunda sejak lima belas menit lalu. Hatiku sangat sakit mendengar setiap kalimat yang dilontarkan Pak Indra untuk membela Mbak Maya. Kenapa Mas Indra selalu berada di pihak Mbak Maya?
Bahkan sekarang dia memilih bersama Mbak Maya daripada aku.

“Nyonya, jangan menangis. Nanti adek kembar menangis juga hlo.” Ku rasakan elusan-elusan lembut di punggung tanganku yang di genggam Tika.

Aku mendongak dan menatap Bunda, “Kenapa Mas Indra berada di pihak Mbak Maya? Apa dia tidak mengerti alasan utama kenapa Ralia tidak mempercayai Mbak Maya?” isakku. Bunda menghapus air mataku dan menatapku sendu.

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang