Ralia’s pov
Tiga hari berlalu.
Selama tiga hari ini aku di hanya beraktifitas di dalam mansion saja dan sesekali ke halaman untuk melakukan yoga bersama Mama dan Nenek.
Ah ya, selama tiga hari ini Pak Indra pulang kemari dan selalu menanyakan hal-hal yang ku lakukan saat dia tidak bersamaku. Kami menikmati waktu bersama seperti minum teh di balkon di sore hari dan bercerita.
Sudah satu minggu ini aku tidak masuk kuliah, eits aku tetap mengerjakan tugas walau tidak mengikuti kelas. Aku meminta keringanan pada dosen yaitu mengirim tugas dalam bentuk soft file yang akan dikirim melalui e-mail. Entah apa yang terjadi, para dosen menyetujuinya dan bahkan mereka mengirimiku power point materi kuliah hari ini tanpa aku memintanya.
Bukankah mereka sangat baik hati?
“Ralia, berhentilah mengerjakan tugasmu dan tidurlah.” Mama masuk ke dalam kamarku dengan membawa buah-buahan di tangannya. Saat ini aku sedang mengerjakan tugas membuat essai mata kuliah psikologi komunikasi.
“Sebentar lagi selesai, Ma. Ini hampir selesai dan aku belum mengantuk.”
Mama merangkulku dan mengunyah apel di tangan kanannya, tatapannya tertuju pada layar laptopku. “Baiklah, tapi jangan berpikir terlalu keras.” Mama mengecup pipiku dan berjalan ke sofa.
“Jujur saja, jika Mama boleh egois. Mama ingin kamu tinggal disini saja hingga melahirkan.” Aku menatap Mama yang menelan apelnya.
“Disini kau bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan, para pelayan akan melayanimu dan segala kebutuhanmu akan tercukupi.”
“Ralia tahu bukan itu alasan utamanya.”
Mama menghela napas panjang, “Ya, memang. Alasan utamanya, tidak ada yang menjagamu disana.”
“Ada Tika, Ma.”
“Tapi kehadiran Tika saja tidak cukup. Kau tahu, kehamilanmu ini jadi sesuatu yang sangat berharga. Tidak hanya untuk keluarga kita, tapi juga keluarga suamimu. Bukannya Mama tidak percaya pada Tika, Mama hanya merasa perlindungan padamu harus ekstra.”
Aku melangkah mendekati Mama dan memeluknya, “Aku akan baik-baik saja setelah ini.” Mama mengelus rambutku.
“Sayang, Mama sangat ketakutan saat mendengar kabar kau mengalami pendarahan. Hal itu mengingatkan Mama pada kedua kakak kembarmu. Mama tidak ingin kedua cucu Mama ini bernasib sama seperti mereka.”
“Itu tidak akan terjadi, Ma. Dua cucu Mama ini sangat kuat dan tegar. Mama percaya padaku, kan?”
Mama mengangguk dengan bibir mengerucut, “Tentu saja, sayang. Mama sepenuhnya percaya padamu. Mama hanya takut-”
“Ma, berhenti berpikiran negatif. Mama lupa? Ralia juga memiliki darah singa seperti leluhur kita. Begitupun kedua cucu Mama ini. Mulai sekarang Ralia akan mengeluarkan cakar dan taring agar tidak ada lagi yang menyakiti Ralia.”
Mama tersenyum dan memelukku erat, “Kau benar, maaf Mama melupakan itu.”
“Mama juga melupakan fakta jika singa betina lebih kejam.”
#
17:00 WIB
Aku berjalan mondar-mandir di dalam kamarku, hari ini Pak Indra pulang kemari lagi. Bukannya tidak senang, aku merasa tidak enak dengan Mbak Maya. Dia pasti kesepian dan sangat merindukan suaminya. Bukankah aku terlalu egois jika membiarkan Pak Indra selalu bersamaku? Suamiku itu sudah satu minggu bersamaku hingga aku pulih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love New Version
RomanceAku memiliki semua hal yang ada di bumi ini, kecuali cinta Pak Indra. Karena cintanya hanya milik Mbak Maya. -Ralia Zahari Aryeswara- Maya atau Ralia? Aku tidak bisa memilih salah satu dan aku butuh keduanya. -Ilyasha Indra Muhammad- Aku hanya memil...