33. Tak Lagi Sama

457 43 6
                                    

Indra’s pov

Suara jam beker membuatku terbangun, aku membuka mata dan melihat Ralia masih memejamkan mata. Apa Ralia tidak mendengar suara jam beker? Biasanya mendengar suara sekecil apapun membuatnya terbangun.

Aku mematikan jam beker yang sangat mengangguku. “Sayang bangun, sudah Subuh.” kataku mengelus lembut pipinya.
Ralia bergeming, ia mengeratkan pelukannya dan membenamkan wajahnya di dadaku.

“Ayo bangun, kita sholat berjama’ah.” kataku mencubit pipi chubbynya dengan gemas, Ralia yang terganggu semakin menyembunyikan wajahnya.

“Sayang, ayo bangun. Lalu setelahnya kau  bisa tidur lagi.” Aku menepuk-nepuk pipinya pelan, tapi dia tak merespon apapun.
Entah apa yang terjadi, sejak pertemuan pertama kami kemarin dia berubah menjadi sangat manja. Dia terbangun dan merengek tidak mau ditinggal, padahal aku pergi ke kamar mandi sebentar saja.

Tanganku terulur mengelus rambut panjangnya yang selalu wangi, kenapa aku tidak memakai cara itu saja? Perlahan ku lepas tangan Ralia yang melingkar di perutku. Benar saja, Ralia mendongak dan membuka matanya perlahan. Aku tersenyum lebar saat melihat bibirnya yang mengerucut lucu.

“Selamat pagi, Black Forest.” Ku kecup bibirnya berulang kali, membuat Ralia terkekeh dan menjauhkan kepalaku darinya.

Aku merosot dan menjajarkan kepalaku di depan perutnya, “Selamat pagi anak-anak Papa.” Ralia tersenyum dan mengelus rambutku.

“Bangun dan ambil wudhu, kita sholat berjamaah dengan yang lain.” Ralia mengangguk, aku membantunya bangun dari tempat tidur.

Sholat jama’ah selesai sudah, dengan Kakek yang menjadi imamnya. “Keputusanmu memang tepat, Indra. Dengan seringnya sholat berjama’ah, kalian bertiga sering bersama dan meminimalisir perselisihan.” Ayah menepuk bahuku.

“Iya benar. Dan ya, setelah si kembar lahir mereka akan meramaikan mushola ini setiap sholat.”

“Ah iya. Jika mereka laki-laki, aku ingin mereka yang mengumandangkan adzan dan iqamah.” Aku tersenyum lebar ke arah Ralia yang tampak bersemangat. Bunda yang di sebelahnya merangkulnya.

“Ya, mereka akan menjadi muadzin hebat.”

Kakek dan Ayah keluar setelah selesai berdo’a. Bunda dan Ralia melipat mukena, mereka keluar dari mushola bersama-sama.
Pandanganku teralih ke arah Maya yang baru saja meletakkan mukenanya di rak.

Aku berjalan ke arahnya dan memeluknya dari belakang. “Sayang.” Maya berbalik dan menatapku dengan senyuman. Ia merangkum wajahku dengan kedua tangannya dan mengecup bibirku.

“Mas tidur nyenyak semalam? Aku juga.”
Maya berbohong.

Jika dia tidur nyenyak, kenapa ada kantung mata yang menghitam?

“Ah ya, bersiaplah Mas. Akan ku siapkan pakaian gantimu dan setelahnya aku memasak sarapan.” Aku mengangguk, kami bergandengan dan melangkah menuju kamar kami di lantai atas.

#

Ralia’s pov
-Al Fazza University-
07:00 WIB

Aku dengan Pak Indra sudah sampai kampus, sejak tadi ku genggam tangan suamiku untuk menenangkan diri. Jujur ku katakana, aku sangat gugup dan takut saat ini. Berita tentangku yang menjadi istri kedua Pak Indra sudah tersebar luat hingga seluruh kampus.

Bagaimana penilaian mereka terhadapku sekarang ini?

“Yakin akan pergi?”

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang