16. Perubahan

491 43 6
                                    

Indra’s pov

Sebulan berlalu.

Sejak Maya kembali dari Surabaya hal yang ku takutkan terjadi. Ralia kembali bersifat dingin dan selalu menghindar dariku. Setiap di rumah dia selalu mengunci dirinya di dalam kamar dan mengabaikanku. Dia hanya berpamitan melalui pesan singkat dan hampir tak pernah bicara denganku sama sekali. Hal yang terparah, dia pernah memblokir nomorku karena aku sering meneleponnya.

Disisi lain Maya selalu menyibukkanku dengan ini dan itu agar aku tak ada sedikitpun waktu dengan Ralia. Sifatnya pada Ralia juga berubah, ia tak lagi seramah dulu dan bahkan terkesan tidak peduli padanya. Keadaan ini tentu saja membuat suasana rumah menjadi tidak nyaman.

Makan bersama hampir tidak pernah terjadi, Ralia selalu meminta Tika mengantarkan makanannya ke kamar. Dan Maya tidak memusingkan hal itu sama sekali, ia terkesan senang Ralia tidak berada di sekitarku.

“Ralia nambah lagi?” aku yang sedang memakan sarapanku menoleh ke arah Tika yang mengambil nasi dan lauk lagi.

“Iya, Nyonya. Nyonya Ralia bilang ia masih lapar. Permisi.” Tika membungkuk dan berjalan ke arah kamar Ralia.

Maya menoleh ke arahku, “Bukankah ini aneh, Mas? Dua minggu ini Ralia makan lebih banyak dari biasanya. Apa sesuatu terjadi padanya?” 

Aku menyadarinya, beberapa kali aku melihatnya makan dengan porsi dua kali lipat dari sebelumnya. “Mungkin dia mengalami stress karena tugas-tugasnya.” Maya mengangguk dan melanjutkan makannya. Tapi aku tidak yakin dengan itu, aku merasa ada hal lain yang terjadi padanya.

Bagaimana caranya aku mencari tahu jika dia tidak mau bicara denganku sama sekali?

Baiklah, sudah cukup aku hanya diam dan memaklumi sifat kekanak-kanakannya. Kali ini aku harus bersikap tegas padanya!

Aku menoleh ke arah tangga, terlihat Ralia menuruni tangga dengan tergesa. Dengan cepat aku berdiri dan mencekal tangannya. Ralia terhenti dan menatapku dengan tatapan tajam, “Hari ini kamu berangkat dengan saya, jika kamu tidak mau saya melarang kamu keluar rumah.” Ralia menghela napas panjang dan mengalihkan pandangannya.

“Mulai hari ini hingga seterusnya, jika kita memiliki jadwal yang sama kita pergi bersama.”

#

Ralia’s pov

Aku tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada Pak Indra hari ini, kenapa sifatnya berubah menjadi tegas dan tak terbantahkan? Bukannya tidak suka jika aku berangkat dengan Pak Indra, aku hanya takut pertahanan yang ku bangun selama satu bulan ini jebol begitu saja karena berinteraksi dengan Pak Indra.

Mobil yang dikendarai Pak Indra terparkir sempurna di parkiran dosen. Kenapa Pak Indra tidak membuka mobilnya? Pak Indra menatapku dan menghela napas panjang berulang kali, “Ralia.” pandanganku masih tertuju keluar jendela, jantungku berdetak sangat cepat sekarang.

“Tidak bisakah kita kembali seperti dulu?” Ku alihkan pandanganku ke arahnya. Tangannya terulur menggenggam tanganku, ia menatapku sendu. “Saya merindukanmu, Black Forest.”

“Tidak.”

“Ralia, saya tersiksa dengan sikapmu yang bahkan lebih parah dari sebelumnya. Dan saya tahu kamujuga tersiksa dengan semua ini. Jangan membohongi dirimu sendiri.”

“Tapi inilah yang terbaik untuk kita semua. Mbak Maya tidak akan suka saya menghabiskan waktu dengan Bapak. Saya hanya menjaga perasaannya saja, Pak.”

“Lalu bagaimana dengan perasaanmu sendiri? Kau mengabaikannya demi orang lain?”

“Situasi saya sulit, Pak. Tolong pahami posisi saya.” Aku menghela napas panjang dan membuka pintu mobil, “Saya harus masuk sekarang. Assalamualaikum.” Tanpa menunggu jawab Pak Indra aku keluar dari mobilnya dan langsung menuju kelasku.

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang