6. Kehidupan Baru

18.5K 1K 37
                                    

Maya’s pov
05:00 WIB

Aku berjalan keluar kamar menuju dapur setelah sholat Subuh berjamaah dengan Mas Indra. Seperti biasanya, aku harus menyiapkan sarapan agar suamiku tercinta sarapan pagi. Hari ini Mas Indra sudah masuk bekerja dan berangkat pagi. Jadi, aku harus menyiapkan sarapan secepat mungkin. Oh iya, aku lupa sekarang aku tidak hanya tinggal berdua.

Ada Ralia.

Seseorang yang masuk dalam kehidupan rumah tanggaku dengan Mas Indra. Aku tahu memang ini bukan salahnya ataupun Mas Indra. Aku juga tidak menyalahkan Kakek yang bernadzar. Memang inilah takdirku, sebagai istri pertama dan harus berbagi suami dengan seseorang yang lebih muda dariku. Aku mencoba ikhlas dan menerima takdirku.

Meskipun aku menerimanya sebagai bagian dari hidupku, tidak bisa ku pungkiri jika aku merasakan sakit dan sedih mendengar suamiku mengucapkan ijab kabul untuk perempuan lain. Yang lebih menyakitkan, saat melihatnya ada dipelaminan dengan perempuan lain. Ralia 15 tahun lebih muda dariku dan Mas Indra yang artinya masih berusia 21 tahun.

Ku akui, dia sangat cantik dan memiliki fisik yang sangat menarik. Ralia memiliki kulit sawo matang khas Indonesia, hidung mancung, dan bibir yang cukup berisi. Aku yakin dengan penampilannya itu bisa membuat siapa saja jatuh cinta padanya.

Sebagai putri dari konglomerat, dia pasti pergi untuk perawatan dan memiliki berbagai macam skincare. Aku bisa merasakan tekstur wajahnya yang kenyal dan kencang. Juga barang-barang branded yang dia kenakan itu, sungguh siapapun akan berpikir Ralia adalah perempuan sempurna.

Hal ini tentu saja membuatku takut, bagaimana jika Mas Indra tertarik dan jatuh cinta padanya? Tentu saja aku was-was dengan hal ini.

Dan ya, apakah aku bisa akur dengannya? Kami mendeklarasikan menjadi teman kemarin, tapi kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan kan? Aku pun tak tahu apakah bisa tahan dengan situasi ini.
Sudahlah.

Jika memikirkannya membuatku tidak ikhlas. Lebih baik sekarang aku memasak saja, untuk suamiku dan istri keduanya.

#

Sarapan sudah siap, kali ini nasi goreng lengkap dengan telur dadar dengan potongan buah apel dan susu. Aku menatap ke arah tangga, kenapa Ralia belum turun ya? Apa dia tidak terlambat? Dia bilang masuk pagi. Apa sebaiknya ku panggil saja dia?

“Selamat pagi.” Aku tersenyum pada Mas Indra yang memelukku dan mengecup lembut bibirku.

“Selamat pagi, Mas. Sarapan sudah siap, duduk dan makanlah.” Mas Indra mengangguk dan duduk, matanya berbinar menatap masakanku. Aku mengambilkan nasi untuknya, tak lupa lauk dan pelengkap.

“Ralia belum turun?”

“Belum, Mas. Dia bilang ada jam pagi, tapi sampai jam tujuh belum turun juga. Aku akan memanggilnya.” Aku melangkah menuju tangga, langkahku terhenti ketika mendengar suara pintu terbuka. Terlihat Ralia sudah bersiap dan ponsel menempel di telinganya.

“Mama, kenapa tidak membangunkanku? Aku sudah terlambat!” ia bicara di telepon dengan nada manjanya dan berlari menuruni tangga.

“Ya Mama. Ralia sayang mama.” Ralia menutup teleponnya dan memandangku juga Mas Indra.

Ia memandangku sekilas dan kembali berkutat dengan ponselnya, “Pak, Mbak Ralia berangkat dulu ya, sudah terlambat.”

Tanpa menunggu jawabanku, ia berlari keluar rumah dengan ponsel menempel di telinganya. “Sabar Revan, ini mau berangkat!”

Aku mengekori Ralia dan berhenti di depan pintu, “Ralia, sarapan dulu.”

“Tidak sempat, Mbak!” teriaknya masuk ke dalam mobilnya, tak lama mobilnya keluar halaman.

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang