15. Roda Berputar

449 39 2
                                    

Hai

#

Ralia’s pov
18:00 WIB

Weekend yang sangat menyenangkan telah berakhir, sekarang waktunya kembali ke kenyataan hidup. Aku dan Pak Indra duduk di perpustakaan kecil yang berada di sebelah kamar Pak Indra. Sudah hampir satu jam kami disini, walau bersama tidak ada banyak pembicaraan diantara kami.

Tidak, kami tidak bertengkar. Masing-masing dari kami sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Aku sibuk dengan tugas yang diberikan Pak Indra mengenai radio dan beliau sibuk memeriksa makalah dari kelas semester bawah.

“Jangan terlalu memaksakan diri, jika lelah istirahat saja. Bukankah deadline masih lama?” aku menatap Pak Indra yang memusatkan pandangannya ke arahku, jangan lupakan senyumannya itu.

“Ah iya, sebentar lagi selesai Pak.”

Pan Indra mengelus rambutku yang tergerai, “Kamu sangat rajin. Saya akan memberikan nilai bagus atas kerasmu.” Aku mengangguk penuh semangat dan kembali berkutat dengan tugas.

Sebenarnya hari ini perasaanku campur aduk dan didominasi dengan kesedihan. Hari ini istri pertama Pak Indra akan pulang dan firasat buruk yang ku rasakan sejak kemarin semakin kuat saja. Walau aku tak tahu apa yang akan terjadi, tapi firasat burukku tidak pernah salah.

Lalu apa yang harus ku lakukan setelah Mbak Maya kembali?

Haruskah aku kembali menjadi Ralia yang cuek dan menghindari Pak Indra?

Atau secara terang-terangan aku mengibarkan bendera peperangan dengan Mbak Maya?

Tapi untuk apa? Aku yakin jika disuruh memilih, Pak Indra pasti memilih Mbak Maya. Jika aku mengibarkan bendera perang itu, aku pasti kalah bahkan sebelum berperang.

Tiba-tiba layar laptop di depanku menyala, aku menoleh ke arah Pak Indra yang menatapku intens. “Apa yang kau pikirkan hingga tak tahu batrai laptopmu habis?” Pak Indra mengambil alih laptop di depanku dan bernapas lega.

“Untung filemu tidak hilang. Saya sudah menyimpannya, sekarang lebih baik istirahat dulu.” Pak Indra mematikan laptopku dan meletakkannya di meja,  aku menunduk dan memainkan jariku.

“Kau terlihat tidak bersemangat hari ini, ada apa?”

Haruskah aku menceritakan tentang firasat burukku pada Pak Indra? Tapi, apa yang akan terjadi setelah aku menceritakannya? Jadi, lebih baik tidak usah saja.

Aku tersenyum dan menggeleng, “Bukan hal penting. Hanya saya lelah dengan banyak sekali tugas yang harus selesai minggu ini.” Pak Indra tersenyum, ia menarikku ke dalam pelukannya. Tangan kirinya menepuk-nepuk punggungku.

“Jangan pikirkan semuanya sekaligus, pikirkan saja yang deadlinenya lebih dekat dan selesaikan itu dulu.” Aku memejamkan mata dan menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam selama aku bisa.

“Sepertinya makan malam sudah siap, ayo kita makan malam lalu sholat Magrib. Setelahnya, baru lanjutkan tugasmu. Mengerti?” aku mengangguk, Pak Indra merangkulku dan kami berjalan keluar dari perpustakaan.

“Mas Indra!!!” teriakan seseorang membuat kami membeku seketika.

Ku lihat seseorang yang menjadi sumber kegelisahanku keluar dari kamarnya dan berlari ke arah kami. Aku melepas rangkulan tangan Pak Indra dan mundur beberapa langkah, tepat saat itu Mbak Maya memeluk dan mencium pipi suaminya.

Oh, apa yang ku lihat ini?

“Aku sangat merindukanmu, Mas. Ayo kita makan malam, Tika bilang makan malamnya sudah siap.” Mbak Maya menarik tangan Pak Indra agar menajuh dariku, seseorang yang sudah ku terima sebagai suamiku itu hanya menatapku dengan wajah sedihnya.

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang