35. Perubahan Ralia

450 31 1
                                    

Indra’s pov

Aku menatap Maya yang juga terkejut dengan teriakan Ralia. “Ini yang kau bilang tidak akan pergi?” aku segera berlari mengejar Ralia yang berjalan menuju pintu keluar.

“Tunggu.” Ku pegang tangannya yang memegang koper.

“Lepaskan!” Ralia berteriak padaku untuk pertama kalinya, ia menampik tanganku cukup keras. Ia menatapku tajam tanda ia sedang marah besar. “Jangan halangi saya, Pak. Saya mau pergi dari rumah ini. Karena rumah ini hanya miliknya, saya tidak memiliki hak sedikitpun terhadap rumah ini.”

“Tidak, itu tidak benar. Jangan dengarkan Maya.”

Ralia memutar bola matanya, “Bapak mengatakan hal itu karena bapak tidak tahu apa yang saya rasakan! Kemarin menjual rahim, lalu sekarang hama. Besok apalagi?! Saya tidak tahan dengan cacian yang diberikan Mbak Maya!” Ralia terengah-engah, amarah benar-benar menguasai dirinya sekarang.

Black Forest, tenanglah. Baiklah, kau boleh pergi dari rumah ini. Tapi, tinggallah bersama Bunda, Ayah, dan Kakek.” Ralia menatapku dan mengangguk.

“Ya, dimanapun itu asalkan tidak tinggal dengan dia.” Ia menatap Maya yang hanya diam.

Aku mengelus puncak kepalanya yang tertutup jilbab, “Saya akan memberitahu mereka, tunggulah di-”

“Saya akan menunggu mereka di mobil.”

“Oke, baiklah.” Ralia berbalik dan menyeret kopernya menuju ke mobil Kakek.

Aku berbalik dan menatap 3 orang yang berada di tangga. “Kami akan bersiap.” Aku mengangguk saja dan melangkah ke arah tangga.

“Renungkan yang sudah kau ucapkan sejak kemarin.” kataku dingin pada Maya dan berjalan menuju kamar Ralia untuk mengambil beberapa barang. Aku akan pergi ke kampus secepatnya.

Rumah ini membuatku tidak nyaman.

#

Ralia’s pov
-Rosman’s House-

Mobil yang dikendarai Ayah memasuki mansion yang lumayan besar dan terlihat mewah. Elusan lembut di puncak kepalaku membuatku menoleh ke arah Bunda yang menatapku dengan senyuman.

“Sayang, lupakan apa yang terjadi di rumah dan mulailah harimu dengan kebahagiaan.” Aku tersenyum dan mengangguk.

Kakek dan Ayah menoleh ke belakang, “Kau sudah lebih baik?”

“Ya, Ayah.” Ayah mengangguk dengan senyuman lebar. Aku menoleh ke arah Kakek, “Hmm, Kakek. Bolehkan Ralia tinggal disini untuk beberapa hari?”

“Kau bisa tinggal disini selama yang kau inginkan sayang.”

“Sekarang turun dan bersiaplah ke kampus.”

Aku mengangguk dan turun dari mobil, beberapa pelayan membungkuk ke arah kami. “Bukankah lebih baik Ralia tinggal disini saja? Mansion kita tidak jauh berbeda dari mansion keluarga Aryeswara?” Bunda menatap Kakek dan Ayah yang saling berpandangan.

“Semua keputusan tergantung pada Ralia.”

“Ralia masih belum bisa memikirkan itu sekarang.”

Bunda tersenyum dan mengecup puncak kepalaku, “Kau pikirkan lagi nanti. Sekarang ayo, Bunda tunjukkan kamar Indra. Kau akan tidur disana.” Aku dan Bunda melangkah menuju kamar Pak Indra yang berada di lantai dasar. Syukurlah, aku senang tidak perlu naik turun tangga.

“Sekarang bersiaplah, jika perlu sesuatu panggil saja pelayan.” Bunda mengecup pipiku lalu melangkah menaiki tangga.

Aku masuk ke kamar Pak Indra dan menutupnya, tatapanku tertuju pada sekeliling ruangan. Kamar ini terlihat dingin dengan interior yang hampir semuanya berwarna hitam dan putih. Perabotan di kamar ini sangatlah rapi, mulai dari lemari pakaian, meja kerja, hingga nakas di samping tempat tidur. Hey, bahkan kamarnya memiliki walk in closet.

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang