18. Azkara

447 37 4
                                    

Author’s pov
-Indra’s house-

Ralia melangkah gontai memasuki rumah dengan tangan kanan merangkul Azka. Perasaannya belum juga membaik sejak adegan menangis di lapak penjual es campur. “Jangan pikirkan itu, Mbak. Bukankah sudah ku bilang hanya pemikiran burukku saja? Bisa saja sebenarnya tidak seperti itu, kan?” Azka menatap kakaknya yang hanya menghela napas panjang.

Tepat di depan pintu ada Maya yang menyiram tanaman, “Ralia sudah pulang? Eh dengan Azka ternyata, pantas saja tadi Mas Indra pulang sendiri.”

Ralia mendongak dan tersenyum sekilas sebelum masuk ke dalam, berbeda dengan Azka yang menatap Maya tanpa mengatakan apapun dan tangan kanannya yang bebas menyodorkan plastik berisi es campur.

Maya menerima kantung plastik itu, “Terimakasih, Azka.” Azka berdehem dan menjajari kakaknya yang sejak tadi tidak mau melepas rangkulannya.

Tepat di depan kamar Ralia, keduanya melihat Indra yang tersenyum lebar kea rah keduanya. “Kalian sudah pulang? Saya pikir kalian pulang malam.”

“Pak, malam ini Azka boleh ya menginap disini?” Azka terkejut bukan main mendengarnya, Ralia tidak mengatakan apapun mengenai menginap. “Dia akan tidur di kamar tamu.”

Indra tersenyum lebar, ia senang pada Ralia yang meminta izinnya dulu sebelum melakukan sesuatu. Tanpa sadar Indra mengelus puncak kepala Ralia lembut, “Tentu saja boleh, Black Forest. Tidak hanya malam ini, Azka bisa menginap disini selama apapun yang dia inginkan.” Tatapan lembut Indra pada Ralia tentu saja tak lepas dari penglihatan Azka.

Detik ini juga dia bersalah karena telah berpikiran buruk pada Indra. Ketulusan itu bukan pura-pura dan ia tahu yang pikirkannya itu salah. Azka harus menjelaskan segalanya pada Ralia setelah ini, agar kakak kesayangannya ini tidak lagi sedih dan berpikiran buruk seperti dirinya.

“Ayo, Azka.” Azka tersentak, ia tersenyum pada Indra dan mengikuti Ralia yang menyeret tangannya. Keduanya masuk ke kamar tamu yang ada di sebelah kiri kamar Ralia, Azka segera menutup pintu dan menatap kakaknya.

“Mbak-”

“Apa menurutmu yang dilakukan Pak Indra tadi hanyalah kepura-puraan?” Azka tercekat, “Selama ini Pak Indra memperlakukan Mbak seperti itu, Azka. Siapa perempuan yang tidak jatuh jika diperlakukan seperti itu?”

Azka menggenggam tangan kakaknya, “Maaf Mbak, aku sudah berpikiran buruk tentang Mas Indra. Perlakukan  Mas Indra pada Mbak bukanlah kepura-puraan, aku melihat sendiri ketulusan itu.”

“Tapi, jika benar kenapa selama hampir dua bulan ini Pak Indra tidak pernah mengatakan perasaannya? Seharusnya dia mengatakan itu agar semuanya jelas dan Mbak tidak merasa seperti pikiran burukmu tadi.”

Azka menatap kakaknya lekat-lekat, “Azka akan membuatnya mengatakan hal itu pada Mbak. Sekarang masuk kamar Mbak dan mandi. Jangan pikirkan mengenai hal ini, Azka yang akan mengurusnya. Hmm?”

Ralia menelan ludahnya, ia mengangguk. Azka menarik Ralia ke dalam pelukannya dan mengecup puncak kepala tuan putri kesayangan keluarga Aryeswara itu.

“Kau harus tahu satu hal, keadaan yang membuat Mbak dan Pak Indra hanya berdua saja bukan kehendak kami. Semua itu rencana Mama dan Bunda, mereka yang merencanakan Mbak Maya pergi ke Surabaya agar aku dengan Pak Indra dekat.”

“Apa?!”

#

-Meja Makan-
19:00 WIB

“Aaa~” Ralia membuka mulutnya lebar-lebar di depan Azka yang duduk di sampingnya. Ralia terlihat manja dengan Azka, sama seperti saat Mama menginap disini. “Azka, makan juga ini.” kata Ralia mengambilkan potongan ikan gurami di piring Azka.

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang