38. Penyesalan

534 32 1
                                    

Ralia’s pov

Aku yang masih tiduran menatap Pak Indra yang bersiap untuk pulang ke rumahnya dan menghabiskan waktu dengan Mbak Maya. Sebenarnya aku tidak rela, tapi kesepakatan ini harus berjalan dan aku tidak boleh egois. “Haruskah saya pergi sekarang? Kau baru mengalami pendarahan kemarin.”

“Saya baik-baik saja, Pak.” Pak Indra tidak mengatakan apapun, ia duduk di sebelahku dan memelukku.

“Berjanjilah kemarin terakhir kalinya kamu membuat saya khawatir.”

Aku memejamkan mata dan menghirup aroma parfumnya dalam-dalam, “Iya, Pak. Saya berjanji. Maaf kemarin saya tidak mendengarkan Bapak dan membuat semua orang khawatir.” Pak Indra merangkum wajahku dan mengecup bibirku.

“Bapak jangan khawatir ya? Bukankah beberapa hari ini Mama, Papa, dan Azka tinggal disini.” Aku tersenyum padanya, Pak Indra mengangguk dan mengambil tasnya.

“Telepon saya jika kau membutuhkan sesuatu.”

“Iya Pak.” Aku mencium punggung tangannya, tangan Pak Indra terulur mengelus rambutku. Ia memandangku dengan wajah tak relanya, aku tersenyum dan menatapnya seolah memastikan aku selalu baik-baik saja.

“Saya pergi, assalamualaikum.”

“Waalaikumussalam.” Pak Indra melangkah keluar dari kamar dengan langkah gontai. Tepat di depan pintu, ia bertemu dengan Azka yang langsung menatapku. Pak Indra menepuk bahu Azka sebelum menghilang di balik tembok.

Adik kecilku itu melangkah ke arahku dengan kerutan di keningnya. “Kenapa Mbak selalu membiarkannya pergi? Mbak baru mengalami pendarahan kemarin dan orang yang paling Mbak butuhkan adalah Mas Indra.”

“Mbak tidak punya pilihan lain, Azka. Kau harus ingat, Pak Indra tidak hanya memiliki satu istri. Dia harus bersikap adil padaku ataupun Mbak Maya.”

Azka mendengus, “Poligami sangat merepotkan.”

“Ya, kau benar. Nanti kau jangan poligami ya, kasihan istrimu.”

“Seharusnya Mbak juga tidak ada di posisi ini. Mbak harusnya menjadi satu-satunya dan tidak perlu berbagi dengan siapapun.”

Aku menghela napas panjang, “Ini sudah takdir yang harus Mbak jalani, ikhlas ataupun tidak hal ini tetap terjadi.” Azka menatapku dan menghela napas panjang berulang kali, sampai sekarang ia belum sepenuhnya bisa menerima pernikahanku dengan Pak Indra.

Tak hanya Azka, tapi Papa juga.

Papa memang tidak pernah mengatakannya, tapi aku bisa membaca raut wajah Papa tiap kali menatapku. Ya di dunia ini tidak ada ayah yang rela putri kesayangannya menjadi istri kedua. Sekalipun pernikahanku dengan Pak Indra sah secara agama maupun negara, tetap saja ada kesulitan yang ku hadapi.

“Hari ini kau daftar ulang, kan? Pulang nanti bawakan Mbak bakso Bang Husein ya.”

“Ya, Mbak.”

“Jangan kesal begitu.” Aku memegang tangan Azka dan meletakkannya di perutku. “Mereka yang ingin memakan bakso Bang Husein.”

Azka tersenyum dan menatap ke arah perutku, “Ya, tenang saja. Nanti Om Azka bawakan bakso untuk kalian berdua.” Ia mendongak menatapku dan menarikku ke dalam pelukannya.

“Azka sayang Mbak.”

“Mbak juga.”

#

Maya’s pov
-Indra’s House-

Berulang kali aku menghela nafas panjang, sudah sebulan Ralia tinggal bersama Bunda di rumah Kakek. Semenjak pertengkaran itu hingga sekarang, aku tidak tahu sama sekali kabar darinya.

Second Love New VersionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang