Ralia’s pov
“Ayo buka mulutmu, kau harus makan banyak.” Mama menjejalkan sesendok penuh bubur. Aku memandang Pak Indra yang duduk di sofa memandangku dengan senyuman hangat yang membuatku kesal. Harusnya kan Pak Indra menolongku dari Mama yang memaksaku makan siang.
“Seharusnya kau makan 2 porsi karena akan dibagi 3.” Mama menyuapkan lagi bubur yang belum sepenuhnya tertelan. “Setelah kau makan semua ini, minum juga vitaminnya. Tadi pagi dokter Hasna menambah vitamin untukmu.” Kedua mataku membulat sempurna mendengarnya.
Mama menatapku tajam, “Tidak ada penolakan!” putusnya berdiri dan meletakkan mangkuk bubur yang kosong. Aku menerima air putih yang disodorkan Pak Indra. “Mama keluar sebentar.” pamit Mama yang langsung pergi tanpa menoleh.
Aku memandang Pak Indra yang mengambilkan vitaminku, hey bukankah ini saat yang tepat untuk merayunya? “Pak, saya hanya minum yang ini saja, ya?” tanyaku pada Pak Indra yang menyodorkan salah satu vitamin.
Pak Indra tersenyum, “Semuanya.”
“Tapi yang itu rasanya pahit.” Aku sengaja bicara dengan nada manja, siapa tahu ini berhasil.
Tangannya terulur mengelus perutku, “Mereka membutuhkannya.”
Ya juga sih, ini untuk mereka. Baiklah Ralia, kau harus meminum vitamin-vitamin agar anak-anakmu sehat dan kuat!
Aku menerima vitamin yang disodorkan Pak Indra dan meminumnya dengan bantuan air putih. Pak Indra mengelus rambutku dan mencium keningku.
“Ralia kami dat-” suara seseorang mengejutkan kami, spontan Pak Indra menjauh dariku.
“Oh, hai Ralia. Hai Pak Indra.” Hilda melambaikan tangannya dengan senyuman konyol, begitu juga dengan Revan dan Rian.
Aku tersenyum lebar dan melambaikan tanganku ke arah mereka, “Kalian datang!”“Saya keluar dulu.” Pak Indra berdiri dan melangkah keluar, di depan pintu ketiga temanku itu membungkuk pada Pak Indra.
“Bagaimana keadaanmu?” Hilda langsung memelukku begitu Pak Indra keluar.
Revan tersenyum, “Kau sudah baikan?”
“Iya, teman-teman. Aku sepenuhnya baik-baik saja, ah ya aku punya kejutan untuk kalian.” Ku ambil foto USG dari balik bantal dan ku tunjukkan ke arah mereka. “Surprise!” Ketiga temanku hanya mengerjap-ngerjap.
Rian menyipitkan matanya, “Tunggu, kau mengandung bayi kembar?” aku mengangguk penuh semangat. Teriakan Hilda yang terdengar setelahnya.
“Selamat ya Ralia.” kata Revan dan Rian bersamaan.
“Hey, dimana mereka?” Rian menoleh ke belakang, perubahan wajah Revan dan Hilda jelas terlihat. Rian melangkah keluar dengan wajah kesalnya.
“Siapa?” Hilda dan Revan kompak menghendikkan bahu mereka.
Tiba-tiba Rian mendorong dua orang perempuan yang terlihat ketakutan. Keduanya menunduk dan memainkan jari tangan mereka. Mereka saling senggol-senggolan, “Ayo katakan saja.” Keduanya berjingkat terkejut mendengar suara Rian dengan nada tinggi.
Mika mendongak, “Ralia, maafkan kelakuanku kemarin, aku benar-benar menyesal. Tidak seharusnya aku termakan omongan Angel begitu saja.”
“Ya Ra. Maafkan perkataanku kemarin, aku benar-benar diluar kendali kemarin. Aku menyesal karena meragukanmu. Sena benar, aku tidak pantas disebut sebagai temanmu.” Elsa menunduk, sesekali ia menghapus air matanya.
Aku menghela napas panjang dan menggenggam tangan keduanya, “Aku sudah memaafkan kalian.”
Revan, Hilda, dan Rian menatapku tajam. “Ra, mereka sudah berbuat jahat padamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Love New Version
RomanceAku memiliki semua hal yang ada di bumi ini, kecuali cinta Pak Indra. Karena cintanya hanya milik Mbak Maya. -Ralia Zahari Aryeswara- Maya atau Ralia? Aku tidak bisa memilih salah satu dan aku butuh keduanya. -Ilyasha Indra Muhammad- Aku hanya memil...