08

1.8K 86 4
                                    


"Siapa, Thea?" Tanya Athena kelewat penasaran.

"Ayah" Gumam Athea, tapi masih sampai dengan baik di telinga Athena.

Segera saja ia turun, mengambil langkah pelan pelan karena kakinya masih sakit di dan belum bisa menjadi tumpuan sempurna.

"Kenapa kesini?" Tanya Athea, Bodyguard yang sebelumnya memegang lengan Arezza sudah kembali ke samping kiri pintu, mengikuti instruksi Athea.

"Ayah denger dari Kepala sekolah kalau kalian sedang dirawat, jadi Ayah menyempatkan diri untuk menjenguk kalian" Jawab Arezza.

"Benarkah? Bukan untuk berpura pura sebagai Ayah yang baik. Hingga hak asuh jatuh ke tangan Ayah?" Tanya Athena seolah tau apa yang sebenarnya diinginkan oleh Arezza.

"Bukan begitu-"

"Cukup Ayah, bukankah lebih baik menggunakan waktu berharga Ayah dengan keluarga baru anda?" Kata Athea, mengingat simpanan Ayahnya dan buah hati mereka sudah tinggal bersama bahkan sebelum masa tunggu perceraian usai.

Ayah dan Bunda nya, tidak pernah sekedar mampir ke Apartemen mereka meskipun jika dipikir Apartemen si Kembar berada di tengah tengah antara Kantor Arezza maupun Agensi Queen. Meskipun si Kembar tidak berharap banyak kedua orang tua nya akan berkunjung. Apalagi sekarang mereka tengah bahagia dengan orang yang mereka cintai.

"Waw, apa kami harus sakit parah terlebih dahulu agar Tuan Arezza yang terhormat menemui kami" Timpal Athena. Membuat orang orang yang mendengarnya sedikit terkejut termasuk dua orang di balik dinding tak jauh di sana.

"Apa kalian mengganti nomor?" Arezza mengubah topik dengan cepat. Tidak ingin membahas perceraian dengan kedua putrinya.

"Thea, Thea" Zayden dan Lune memanggil keduanya tepat waktu.

"Kakak/Abang" Jawab Si Kembar antusias. Jauh berbeda saat menyambut Arezza.

"Ayo ke dalem" Ajak Zayden, sebenarnya Arezza ingin mengikuti tapi anak muda yang memiliki tatapan tajam itu bilang ada yang harus mereka bicarakan.

"Anda tidak seharusnya muncul di depan si Kembar" Lune tidak menggunakan basa basi untuk memulai pembicaraan.

"Kurasa, anda tidak seharusnya melarang ketika saya menyandang gelar Ayah dari si Kembar" Tolak Arezza tidak terima. Meski ia tidak yakin memiliki perasaan sayang seorang Ayah dengan si kembar, tapi tetap saja ia ingin menemui mereka dengan leluasa kapan saja ia mau.

"Ayah? Jangan bercanda, ketika Anda hanya seorang pria egois yang mengedepankan kebahagiaan diri sendiri. Sekarang anda punya keluarga baru dan anak baru kurasa. Sedangkan si Kembar hingga saat ini belum memutuskan siapa yang menerima hak asuh. Apa anda yakin gelar Ayah itu akan bertahan selamanya?" Sarkas Lune bahkan sedikit berdecih diakhir. Mengabaikan sopan santun terhadap orang tua. Dalam kamusnya orang seperti Arezza tidak patut dihormati walau se-inci.

"Tidak, meskipun saya menciptakan keluarga baru. Si kembar tetap anak saya. Tentu saja. Keduanya anakku, anak kandungku bagaimana bisa orang lain mengklaim mereka dengan mudah? Sementara saya yang memberi mereka segala hal, belum bisa mendapat hak asuh tersebut. Itu kemustahilan." Jelas Arezza diiringi tawa ringan meremehkan, sangat yakin saat persidangan beberapa bulan lagi hak asuh si kembar pasti jatuh ke tangannya.

"Ternyata, Anda sangat bodoh Arezza Adhitama" Sarkas Lune. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa Arezza sebegitu yakin tentang hak asuh sementara dirinya secara sadar atau tidak sadar selalu membuat si Kembar menjauh.

"Jangan melewati batas, Tuan muda Wajendra" Geram Arezza, jika tidak ingat ia berada di depan kamar rawat anaknya. Mungkin ia sudah memukul Lune.

"Sekali lagi Anda berada di depan si Kembar, tanpa keinginan mereka. Akan ku pastikan hal buruk menimpa Anda" Pesan Lune lalu segera masuk ke kamar rawat inap bernuansa coklat tua dimana Si Kembar berada.

Athe(n)aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang