14. Hukuman

2.6K 177 0
                                    

Buggh! Bugh! Bugghh!

Pukulan bertubi-tubi menghantam tubuh Kaleo. Meski mulutnya sudah mengeluarkan darah, tapi tak sedikitpun terdengar rintihan. Setiap terjatuh, Kaleo akan segera bangun dan bangkit lagi. Tak peduli meski tubuhnya dijadikan samsak tinju, Kaleo terus bertahan.

"Ha ha ha!" Malahan terkadang Kaleo tertawa dingin saat pukulan itu tepat mengenai ulu hatinya.

Tomi dan para pengawal yang ada diruangan itu tidak berani menolongnya, mereka hanya bisa diam dan menahan ngilu dalam hati melihat Kaleo babak belur.

Bug! Buggg! Bughh!

Di satu sisi, jemari Elang sudah memar dan terluka karena terus bertubi-tubi memukuli Kaleo. Tapi disisi lain, kemarahannya masih menggunung. Pantas tidak seorang pun yang berani ikut campur, karena ternyata Elang yang turun tangan langsung menghukum Kaleo.

"Kau?! Kau sudah berani mencelakai milikku! Dasar sialan! Rasakan ini!!"

Elang melampiaskan kemarahannya dengan membabi buta pada Kaleo. Mendapati Tari hampir mati karena tenggelam, seakan nafasnya ditarik putus seketika. Meski akhirnya Kaleo memutuskan terjun bebas dari helikopter untuk menolong Tari, tapi hal itu tidak bisa mengubah kenyataan kalau nyawa Tari hampir saja meregang. Apalagi setelah mendengar laporan dari pilot helikopter, kemarahan Elang menyembur bagai letusan gunung berapi karena Kaleo berani mempermainkan nyawa Tari.

"Ha ha ha!!!" Kaleo kembali tertawa saat pukulan itu kembali menghantamnya. Brugg! Kaleo jatuh tersungkur dilantai.

"Tuan,.. " panggil Tomi.

"Apa?!" bentak Elang, berteriak nyalang.

"Tuan harus segera pergi."

"Aku belum selesai! Bajingan ini harus diberi pelajaran karena sudah berani menyentuh milikku!!"

"Nyonya Tari sudah siuman," sela Tomi, memberanikan diri. "Tuan harus segera menemuinya."

Sesaat Elang terpaku diam, seakan tak percaya. Setelah kesadarannya pulih, Elang dengan cepat bergegas pergi untuk menemui Tari yang sedang dirawat di rumah sakit.

Setelah Elang pergi, gantian Tomi yang bergegas menolong Kaleo untuk bangkit. Tomi meringis ngilu melihat luka-luka di sekujur Kaleo.

"Kau cari gara-gara saja." rutuknya, kesal. "Apa sih susahnya melakukan tugas seperti yang diperintahkan? Kalau sudah begini, aku juga yang repot."

Kaleo hanya terkekeh pelan, tak mempedulilan ocehan Tomi. "Dia berubah." guman Kaleo, seraya menatap dingin pada Tomi. "Dia berubah karena seorang wanita."

"Ya, begitulah." angguk Tomi, setuju. "Tuan kita itu sekarang lebih banyak bicara, cerewet, pemarah dan sangar. Dia sensitif dan posesif kalau sudah menyangkut nyonya muda Tari. Jadi kau harus hati-hati, jangan seenaknya saja bertindak."

"Tapi, aku suka."

"Apanya?"

"Membuat dia marah." senyum Kaleo, membuat Tomi merinding.

"Dasar gila!"

Di pavilun utama rumah sakit, Ros bingung membujuk Tari yang terus menangis. Tak mau minum tak mau makan, hanya menangis saja. Sementara Rani asyik duduk disofa seraya menjelajahi dunia maya.

"Apa kau sudah memberitahu Elang?" tanya Ros pada Rani.

"Ponselnya tidak aktif. Tapi aku sudah menyuruh Tomi untuk memberitahu Elang." sahut Rani, pandangannya tak beralih dari ponsel.

"Sudah, jangan menangis terus." Ros masih berusaha menghibur Tari. Tapi yang dihibur tetap saja menangis di balik selimut, tak mau dilihat siapapun.

"Daripada menangis, lebih baik kau bersiap untuk menerima hukuman dari Elang. Masih bagus kalau cuman dikurung, bagaimana kalau Elang sampai mematahkan kedua kakimu? Kan bahaya." celoteh Rani, membuat suara tangisan Tari makin keras.

PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang