"Apa salah Mang Darman, Mas El?"
Tari masih tak percaya kalau Elang melakukannya. Kenapa? Kenapa Elang harus melakukannya pada orang yang jelas-jelas selalu melindungi Tari selama ini? Tari jadi merasa bersalah pada Mang Darman. Seandainya dia tidak menikah dengan Elang, mungkin semua akan baik-baik saja. Tari tak bisa membayangkan kehidupan Mang Darman didalam penjara, pasti menderita sekali.
"Baiklah, Mas El. Ayo kita bercerai saja." ujar Tari, sampai pada keputusannya.
"Matahari Senja?!" Dan untuk pertama kalinya Elang membentak Tari, marah, tak menyangka Tari akan meminta perceraian.
"Bertahun-tahun Mang Darman menjaga dan melindungiku. Dia adalah orang kedua setelah Ibu yang sangat aku sayangi. Menyakitinya sama saja menyakitiku." terang Tari, dengan pandangan berkaca-kaca. "Mas El tak bisa menerima keberadaan Mang Darman dihidupku, bukan? Tidak apa-apa, Jadi, kita bercerai saja."
Tentu saja kau akan selalu memilihnya, karena dia ayah kandungmu. Kau tidak tahu, tapi kasih sayangmu padanya sudah seperti rasa sayang seorang anak pada ayahnya. Andai saja kau tahu siapa ayahmu sebenarnya, kau mungkin akan membencinya seumur hidupmu.
Elang hanya bisa mengatakannya dalam hati. Sebisa mungkin Elang berusaha untuk tenang dan mengontrol emosinya agar tidak menyakiti Tari lebih jauh.
"Tidak akan ada perceraian di antara kita, tidak akan." tegas Elang, menatap tajam pada Tari. "Percayalah, aku punya alasan untuk melakukannya."
"Aku tidak percaya lagi sama Mas El." Kata-kata Tari begitu dingin dan datar. "Lakukan saja yang Mas El mau. Aku pun akan melakukan apa yang aku mau." ujar Tari, sudah tak peduli lagi.
Tari berbalik dan melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruang kerja , tapi sepasang tangan kokoh segera menarik tubuhnya kembali berbalik lalu memeluknya erat.
"Maafkan aku." bisik Elang. "Untuk saat ini, aku mohon, percayalah padaku."
"Lepas!" pinta Tari, dengan air mata yang mulai bercucuran.
Sungguh, Tari merindukan pelukan hangat Elang seperti saat ini. Tapi rasa sakit dihatinya lebih besar, hingga Tari memutuskan untuk meninggalkan semua keinginan dan ikatannya pada Elang, karena bagaimanapun Tari akan tetap memilih Mang Darman.
"Aku akan jelaskan apapun yang ingin kau tahu, tapi tidak sekarang. Istirahatlah, aku akan menyusul." Akhirnya Elang menyuruh Tari untuk beristirahat dulu. Kondisi Tari belum pulih, Elang tak ingin Tari bertambah sakit karena memikirkan apa yang sebenarnya terjadi di kapal dulu.
Dengan enggan Elang melepaskan pelukannya. Tari pun tanpa membuang waktu bergegas pergi meninggalkan Elang. Tangis Tari tak tertahankan lagi saat pintu ruang kerja itu kembali tertutup dibelakangnya. Rasanya Tari ingin menjerit pilu untuk melepaskan beban yang sedang mencengkram jiwanya. Tapi tak bisa karena disini bukanlah tempatnya.
Dengan lunglai Tari melangkah menuju kamar. Saat ini tubuh dan pikirannya terasa lelah dengan kenyataan yang ada, Tari butuh istirahat dan waktu untuk dirinya sendiri agar bisa berpikir jernih.
Saat melintasi ruang tamu, terlihat dokter Bastian masih berbincang-bincang dengan Rani. Tari memutuskan untuk menghampiri mereka lebih dulu, setidaknya untuk mengucapkan terima kasih pada dokter Bastian karena telah memeriksanya tadi. Tapi,
"Ingat, kau ODHA. Kau yang harus lebih peka tentang kesehatan tubuhmu sendiri. Jangan lalai lagi." Ucapan dokter Bastian pada Rani
membuat langkah Tari terhenti.Rani ODHA?! Orang dengan HIV dan AIDS?!
Tari tersekat kaget. Tangannya gemetaran hingga tanpa sengaja menyenggol guci kecil antik berumur puluhan tahun yang ada di sampingnya. Tak ayal lagi, praakkk!! Guci itu jatuh berserakan. Bastian dan Rani pun menoleh kaget. Terciduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat)
RomansaHidup Tari diliputi oleh duka dan lara karena masa lalunya. Ketika dirinya dijual untuk sebuah pernikahan, bisakah dia bahagia? Sementara dia menikah untuk menjadi istri ketiga Elang Mahardika. Tari berusaha lari dan lari menjauh dari Elang, dari...