"Berpikir! Ayo berpikir Tari!"
Tari mondar mandir di depan cermin. Sesekali kedua tangannya bersidekap, atau menarik rambutnya dengan kesal, kadang pula memukul-mukul pelan keningnya. Putus asa.
Tapi sekeras apapun Tari berpikir, tak ada jalan keluar yang terpikirkan olehnya. Ini sih namanya lari dari lubang buaya jatuh ke mulut harimau. Elang lebih parah dari Panji. Tidak ada celah untuk bisa melarikan diri. Di luar ada enam pengawal yang ditugaskan Elang untuk menjaganya. Di dalam ada dua pengawal wanita yang sudah 48 jam mengawasi setiap gerak gerik Tari.
Kalau buntu begini, Tari ingin bunuh diri saja biar tidak jadi menikah dengan Elang. Tapi Tari tidak mau melakukannya. Dia masih punya Tuhan, masih punya Mang Darman. Lagipula masalah tidak akan selesai meski dia mati, bisa jadi tambah rumit dan besar. Dengan kekuasaannya, Elang bisa membuat Panji jatuh miskin atau bahkan memenjarakannya. Tari tidak bisa tidak peduli, karena bagaimanapun Panji adalah laki-laki yang dicintai Senja seumur hidupnya.
Klik! Perhatian Tari beralih pada pintu kamar yang dibuka dari luar. Tari mengerutkan kening, heran, melihat dua orang wanita dengan penampilan anggun berkelas masuk dan menghampirinya. Tari semakin heran saat dua pengawalnya menunduk dan mengangguk hormat pada mereka. Hebatnya, hanya dengan isyarat mata saja kedua pengawal itu langsung beranjak pergi keluar kamar. Siapa mereka sebenarnya?
"Oh, ternyata ini calonnya." ujar wanita berambut sebahu dengan dandanan agak menor dan pakaian seksi. Tubuhnya tinggi kurus, kulitnya putih pucat dan rambutnya ikal sebahu. "Kak Ros, bagaimana menurutmu?" tanyanya sambil melirik pada wanita yang ada di sampingnya.
"Hemm, ayu." Wanita yang dipanggil kak Ros itu hanya menjawab pendek, lalu dengan anggun duduk di sofa dan memperhatikan Tari.
Tidak jauh berbeda dengan wanita tadi, wanita ini pun penampilannya sangat anggun, feminim, rapih dan sopan. Tubuhnya agak berisi, tidak terlalu tinggi, kulitnya kecoklatan, dan rambutnya disanggul modern, persis wanita bangsawan Jawa masa kini.
"Ah, tetap saja rasanya menyebalkan." gerutunya seraya ikut duduk disofa.
"Yakin? Yang aku lihat tadi malam tidak begitu, wajahmu justru berseri-seri."
"Ya iyalah. Siapa juga yang bisa menolak liburan setengah tahun dikapal pesiar mewah? Tidak ada. Bisa keliling Eropa, bertemu artis Hollywood lalu berpesta dengan bule-bule tampan."
Kedua wanita itu tertawa ringan, seakan tidak mempedulikan kehadiran Tari. Padahal Tari penghuni dikamar itu sementara mereka tamu.
"Maaf, kalian siapa?" tanya Tari, agak keras, membuat tawa kedua wanita itu terhenti. "Mungkin, kalian salah masuk kamar."
"Ini kamar 111, kan?" Wanita berambut sebahu itu malah balik bertanya.
"Iya."
"Ya sudah, berarti kami benar."
"Jangan membuatnya bingung." Ros berdiri mendekati Tari lalu mengulurkan tangannya, mengajak berkenalan. "Namaku Ros Edelweis, panggil saja Kak Ros."
"Tari." Tari menyambut uluran tangan Ros dengan wajah yang masih bingung.
"Dan itu Rani, Kirani Saraswati."
"Hei calon madu! " sapa wanita berambut sebahu yang ternyata bernama Rani.
"Ma... du?"
"Tidak usah bingung begitu. Kami ini istri-istrinya Elang."
"Apa?!" pekik Tari, kaget. Tari tak menyangka kalau kedua istri Elang akan datang menemuinya.
Tidak seperti cerita di sinetron atau film-film, hubungan diantara kedua istri Elang itu nampak harmonis, layaknya sahabat atau kakak adik. Tidak ada kesan bersaing atau permusuhan diantara mereka. Bahkan mereka berdua terlihat sangat santai dan akrab.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat)
RomanceHidup Tari diliputi oleh duka dan lara karena masa lalunya. Ketika dirinya dijual untuk sebuah pernikahan, bisakah dia bahagia? Sementara dia menikah untuk menjadi istri ketiga Elang Mahardika. Tari berusaha lari dan lari menjauh dari Elang, dari...