20. Batu Hiu

1.9K 164 2
                                    

Klik! Kaleo mematikan ponsel setelah mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Lalu Kaleo melirik Tari yang nampak masih sedih dan terguncang. Bibirnya berdecih pelan, merutuki sisi sensitif kaum perempuan yang lemah dan mudah terluka. Karena itulah dia tidak suka berurusan dengan perempuan. Baginya, mereka itu merepotkan. Kalau bukan karena Tari istri Elang, dia tidak mau repot seperti sekarang.

"Ada dimana dia?" tanya Tari.

"Pangandaran."

"Ya sudah, ayo." Tari menguatkan diri untuk bangkit dan berdiri tegak. Tekadnya sudah bulat, dia akan mendatangi dan meminta penjelasan dari Panji. Harus, karena Tari tak terima. "Aku janji, aku akan membayarnya suatu hari nanti." ujar Tari, teringat kartu kredit Kaleo yang kini ada ditangannya. Tari membutuhkan kartu itu untuk membeli pakaian, makanan dan keperluan transportasi lainnya. Tari tak bisa mengandalkan isi dompetnya yang sudah menipis.

"Jangan banyak bicara, jalan saja." tukas Kaleo, dingin.

"Terima kasih." Tapi bagi Tari, itu adalah cara Kaleo memberinya ijin, Tari tidak tersinggung.

Beberapa jam kemudian di Jakarta, Tomi tergesa-gesa memasuki ruang kerja CEO. Dihampirinya Elang yang sedang duduk melamun, padahal setumpuk berkas menumpuk dihadapannya, menunggu untuk ditanda tangan. Elang tak bisa fokus bekerja karena pikirannya selalu tertuju pada Tari.

"Tuan, aku mendapat kabar kalau saat ini Nyonya Muda dalam perjalanan menuju Pangandaran." ujar Tomi, memberitahu dengan semangat.

"Apa?" Elang mengerutkan dahi, heran. Untuk apa Tari ke Pangandaran? "Darimana kau tahu?"

"Dari print out kartu kredit Kaleo yang masuk ke data input pribadi."

"Kaleo?" Elang semakin heran. Setahunya Kaleo sedang ada di Bogor. Tapi bisa saja Kaleo membodohinya karena hal itu sering terjadi.

"Kaleo menggunakan kartunya untuk menyewa mobil dengan tujuan Pangandaran."

"Bocah nakal itu! Pasti dia telah menyadap Tari diam-diam." geram Elang, kesal sekaligus lega. Setidaknya tidak ada yang akan melukai Tari jika Kaleo bersamanya. "Siapkan helikopter! Aku akan menyusul mereka sekarang juga."

"Baik, Tuan." angguk Tomi, seraya bergegas mengikuti langkah Elang meninggalkan ruangan. Elang dan Tomi masuk ke dalam lift khusus yang akan mengantar mereka ke lantai teratas, tempat dimana landasan helikopter berada.

Sementara itu Tari dan Kaleo sudah sampai di Pangandaran. Waktu tempuh yang seharusnya lima atau enam jam, berhasil dilalui Kaleo hanya dalam waktu empat jam. Tak terbayang seperti apa Kaleo mengemudikan kendaraannya. Itu terlihat jelas dari wajah Tari yang pucat pasi. Bahkan Tari langsung muntah begitu turun dari mobil.

"Menjijikkan. Menjauh dariku!" Kaleo mendorong Tari agar menjauh darinya. Melihat Tari membersihkan ingus dan sisa muntahan dengan ujung kaosnya, membuat Kaleo jijik. Jadi perempuan kok jorok amat.

Tari hanya mencebik, acuh. Disaat seperti ini siapa yang peduli dengan kebersihan? Tidak sampai masuk rumah sakit karena kecelakaan saja Tari sudah bersyukur, mengingat Kaleo mengemudi ugal-ugalan dan dengan kecepatan diatas rata-rata pula.

"Kita dimana? Bukankah pantai Pangandaran sudah terlewat?" Tari mengamati keadaan disekelilingnya. "Kau tidak salah alamat, kan? Atau, jangan-jangan kau salah arah yah?" tanya Tari seraya menatap curiga.

"Berisik!" ketus Kaleo, seraya melangkah mendahului Tari.

Kedua sisi jalan dipenuhi pohon-pohon besar yang membuat lingkungan disekitarnya terasa teduh dan sejuk meski siang itu matahari bersinar menyengat.

"Batu Hiu?" Tari membaca nama plang yang berdiri kokoh dan besar beberapa meter dihadapan mereka. "Aku baru tahu di Pangandaran ada Batu Hiu. Selama ini hanya pantai Pangandaran, Batu Karas dan Grand Canyon saja yang aku tahu."
gumannya. "Hemm dinamakan Batu Hiu pasti karena ada batunya yang mirip ikan hiu."

PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang