2. Kelam

2.8K 204 4
                                    

Mang Darman bergegas berdiri di depan pintu ruang inap Senja, menghadang anak buah Panji yang ingin menerobos masuk.

"Berhenti! "

"Minggir! "

Tubuh besar Mang Darman dengan mudah disingkirkan oleh anak buah Panji. Saat Mang Darman hendak menyusul masuk, bajunya ditarik Panji ke belakang hingga tubuhnya pun terjengkang jatuh. Dugh! Kepala Mang Darman terantuk ujung bangku.

"Jangan ikut campur!" Panji memberi peringatan. Tapi Mang Darman tak peduli, dengan susah payah berusaha bangkit di tengah rasa pusing yang mendera.

"Akhhh! Tari!! " Dari dalam terdengar teriakan Senja. "Lepaskan anakku! Lepaskan!! "

"Ibuuuu!" Disusul jeritan Tari.

Tak lama kemudian, anak buah Panji keluar lalu mengangguk hormat pada Panji. Salah satu dari mereka memanggul Tari yang tak sadarkan diri.

"Tuan, saya terpaksa membiusnya karena dia terus meronta. " Lapornya.

"Hemm." Panji tak peduli. Dengan isyarat tangan, Panji mengajak anak buahnya untuk bergegas pergi meninggalkan rumah sakit.

"Non Tari!" Mang Darman berusaha menggapai Tari tapi tak bisa, tubuhnya malah terjatuh kembali ke lantai. "Akh! Bu Senja... " Lalu ia teringat pada Senja. Sambil memegang kepalanya yang terasa sakit, Mang Darman bangkit dan berjalan sempoyongan masuk ke dalam ruang inap.

Brugh! Pada saat yang sama Senja jatuh dari tempat tidur karena memaksakan diri untuk bangun dan mengejar Tari. Tapi tubuhnya tak mengijinkan.

"Bu Senja!" Mang Darman mendekati Senja dan bergegas menyingkirkan tiang infus yang menghalanginya. Keadaan Senja sendiri terlihat sangat kesakitan. "Ayo Bu, bangun!"

"Ta...riiii... " rintih Senja seraya menolak uluran tangan Mang Darman yang hendak membantunya bangkit. Senja malah menarik tangan Mang Darman dan mengenggamnya erat. Nafasnya mulai terputus-putus seiring rasa sesak dan nyeri didadanya. "Tolong, selamatkan Tari..."

"Iya bu."

"Berjanjilah kau akan menyelamatkannya. " pinta Senja.

"Aku berjanji. "

Senja tersenyum perih. Air matanya mulai berderai. Genggaman tangannya pada Mang Darman semakin erat. Diantara rasa sakit, Senja menyelipkan sebuah harapan yang sudah ditunggu Mang Darman selama bertahun-tahun. Mungkin dengan memberikan harapan itu, Tari masih bisa diselamatkan.

"A...ku akan memaafkanmu jika kau berhasil... menyelamatkan Tari, anakku... Matahariku."

Mang Darman menatap pilu pada Senja. Menyaksikan Senja kesakitan, rasanya lebih sakit dan pedih daripada rasa sakit yang menderanya 18 tahun yang lalu, saat dia harus kehilangan seluruh keluarganya dalam sebuah kebakaran.

"Aku akan menyelamatkan Tari, bagaimanapun caranya. Kau jangan kuatir... " bisik Mang Darman, tak lagi bicara formal pada Senja. Ya, meskipun harus mengorbankan nyawa, Mang Darman akan menyelamatkan Tari bagaimana pun caranya nanti.

Di paviliun utama, Panji menunggu Tari bangun dengan tak sabar. Agar tidak menyusahkan saat bangun nanti, Panji sengaja menyuruh anak buahnya untuk mengikat Tari di kursi. Sebenarnya dia tak sudi harus berada satu ruangan apalagi berada dekat dengan anak tirinya itu. Tapi mau bagaimana lagi, dia tak punya cara lain untuk menyelamatkan uang-uangnya. Meski enggan mengakuinya, tapi Tari sudah menyelamatkan perusahaan dan juga harga dirinya. Well well ternyata ada gunanya juga anak haramnya Senja ini.

Ah, andai saja Senja tidak diperkosa dan hamil anak bajingan itu, mungkin saat ini Senja dan dirinya akan hidup bahagia dengan anak-anak mereka yang lucu. Tapi peristiwa pemerkosaan itu sudah membuat harga dirinya jatuh di depan keluarga besarnya. Senja tidak mau menggugurkan kandungannya dan dia pun saat itu tidak bisa melepaskan Senja karena terlalu mencintainya. Jadi cara apapun yang ditawarkan keluarga besarnya disetujui Panji tanpa penolakan, asal dia bisa terus bersama Senja dan harga dirinya sebagai laki-laki kembali pulih. Hanya saja ketika bayi itu lahir, keadaan berubah menjadi mimpi buruk bagi Panji. Setiap melihat bayi itu, Panji tidak bisa menutupi kebenciannya.

PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang