"Sebentar, istirahat dulu."
Untuk kesekian kalinya, Tari berhenti dan duduk di kursi tunggu pasien. Tari pura-pura melakukan gerakan peregangan otot tangan dan kaki. Padahal dari tadi Tari jalan seperti kura-kura, pelan dan lambat sekali. Jalan keluar dari paviliun seharusnya cepat karena tinggal lurus lalu masuk ke tempat parkir mobil. Tapi Tari memilih jalan memutar melewati ruang inap, taman, kantin dan tempat pendaftaran.
Tentu saja perbuatan Tari membuat Elang kesal, apalagi keberadaan mereka yang berjalan bergerombol diiringi banyak pengawal berpakaian hitam menarik perhatian orang-orang. Sementara Ros yang berjalan di samping Elang hanya tersenyum geli menyaksikan tingkah Tari.
"Tariiiiii." geram Elang, menahan suaranya agar tidak keras. Elang tahu kalau Tari sengaja mengulur waktu.
"Capek, Mas El." rengek Tari, membalasnya dengan nada manja dan memelas.
Mau tak mau Elang mendekati Tari, mencoba tersenyum meski kecut. "Ayo, aku gendong." ujarnya.
"Jangan!" Tari mundur selangkah sambil tangannya menahan dada Elang agar tidak mendekat.
"Biar cepat sampai."
"Iya, aku akan jalan cepat. Tapi,..."
"Tapi apa?" Elang mulai tak sabar.
"Tapi Mas El harus janji dulu."
"Janji apa?"
"Janji...nanti jangan belah duren dulu yah." bisik Tari dengan wajah memerah, malu.
"Kau?!" Elang mengepal tangannya, gusar. Tak menyangka kalau Tari begitu kekanakan. "Ya sudah, ayo!" Hep! Tanpa menunggu persetujuan Tari, Elang langsung mengangkat tubuh Tari, menggendongnya didepan.
"Ee, janji dulu!" Jerit Tari, kaget.
"Hemm."
"Mas El!"
Elang pura-pura tak mendengar sambil mempercepat jalannya. Dipelataran parkir, dua mobil pajero sudah menungu mereka. Terlihat Tomi menyambut dan membukakan pintu mobil pertama.
"Pergilah, aku akan ikut dengan Tomi." suruh Ros.
"Hemm." angguk Elang seraya masuk ke dalam mobil seraya tetap menggendong Tari.
"Kak Ros! Tolooonngg aku!" teriak Tari, sebelum pintu mobil tertutup.
Ros tertawa kecil dan hanya melambaikan tangannya saja. Tak lama kemudian mobil yang membawa Elang pun beranjak pergi.
"Antar aku ke rumah utama. Aku harus menemui Ibu." pinta Ros.
"Baik, Nyonya." angguk Tomi seraya membukakan pintu mobil untuk Ros.
"Makasih." Ros pun bergegas masuk ke dalam mobil.
Siang berganti malam. Malam pun berlalu riuh penuh makian dan jeritan dari penthouse yang berada di lantai teratas hotel La Luna. Meski penuh perjuangan karena harus menghadapi Tari yang penuh drama, pada akhirnya Elang berhasil menaklukan gadis itu. Oh, bukan. Bukan gadis lagi, tapi wanitanya kini.
Lupakan saja isi kamar yang sudah tak berbentuk, pakaian yang tercecer di mana-mana, bahkan air bathtub yang menetes tumpah karena penuh, semua itu menjadi tak penting lagi saat dua tubuh dan jiwa sepasang manusia sudah menyatu seutuhnya. Yang tersisa di pagi itu hanyalah senyum kepuasan Elang yang terukir tanpa henti, dan tentu saja rintih kesakitan yang mengalun lirih dari Tari yang terbujur tak berdaya ditempat tidur. Bisa dipastikan kalau tadi malam eksekusi belah duren Elang berjalan dengan sukses.
Sengaja keadaan kamar di biarkan berantakan. Elang ingin menikmati waktunya berdua dengan Tari. Hanya servise room yang diijinkan masuk untuk mengantarkan sarapan, itupun hanya sampai ruang tamu. Setelah menyuapi Tari sarapan, Elang membiarkan Tari tidur lagi, sementara dia sendiri membersihkan diri dan sedikit berolahraga.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat)
RomantizmHidup Tari diliputi oleh duka dan lara karena masa lalunya. Ketika dirinya dijual untuk sebuah pernikahan, bisakah dia bahagia? Sementara dia menikah untuk menjadi istri ketiga Elang Mahardika. Tari berusaha lari dan lari menjauh dari Elang, dari...