8. Sah

3K 237 4
                                    

"Aku tidak mau menyakiti mereka." Tari menunduk dalam, membayangkan perasaan Ros dan Rani jika harus melihat suami mereka bersanding lagi di pelaminan. Akad saja sudah cukup, selama pernikahan nanti sah secara agama dan tercatat di negara.

"Mereka tidak akan keberatan." elak Elang, seakan tak peduli. Mata Elang tetap fokus pada pesan-pesan yang dia kirim untuk asistennya. Elang ingin pernikahannya disiapkan dengan baik.

"Cih! Dasar laki-laki tidak punya perasaan." Akhirnya Tari hanya bisa mengumpat pelan, kesal.

"Tidurlah, aku akan bicara dengan dokter dulu." ujar Elang sambil terkekeh. Apalagi saat dengan marah Tari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya hingga kepala, Elang tertawa kecil. Elang pun kemudian keluar dari ruang inap menuju ruangan dokter untuk konsultasi tentang rencananya dan juga tentang kesehatan Tari. Beberapa pengawal tetap berjaga diluar ruang inap Tari.

Pernikahan Elang dan Tari dilaksanakan dua hari kemudian. Elang memutuskan untuk menggelar akad nikah sehari setelah Tari keluar dari rumah sakit. Melenceng jauh dari waktu yang telah ditetapkan oleh Panji. Elang ingin secepatnya mengikat Tari agar gadis itu tidak bisa melarikan diri atau melakukan tindakan bodoh seperti kemarin. Walaupun Elang yakin kalau dibenak Tari masih ada rencana-rencana lainnya lagi.

Meski Tari menolak rencananya mentah-mentah, pada akhirnya Tari tidak bisa berkutik lagi dan mengikuti apa saja yang Elang inginkan. Tari sadar jika dirinya membutuhkan Elang dengan segala kekuasaan dan kekayaannya untuk menghadapi Panji.

Begitu Tari setuju, Elang langsung menyiapkan segalanya dan membawa Tari kembali ke hotel. Dalam hitungan jam, ballroom hotel disulap menjadi taman bunga berwarna warni dengan hiasan kain putih bergelombang ditiap sudut ruangan. Tidak banyak kursi yang disediakan karena acara pernikahan itu memang dibuat tertutup dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja. Susunan acara pun dibuat sesingkat mungkin, yang penting khidmat dan sakral. Mengingat kondisi Tari yang baru keluar dari rumah sakit, Elang tidak ingin Tari kelelahan dengan acara yang panjang atau tetek bengek upacara adat. Disisi lain, Elang tidak ingin menyembunyikan pernikahan ketiganya dengan Tari. Biarlah orang akan bicara apa, Elang tidak peduli.

Tamu yang diundangpun jumlahnya terbatas, kurang dari 100 orang. Jika di pernikahan biasa kedatangan tamu disambut pagar ayu, maka dipernikahan Tari, para tamu disambut oleh barisan para pengawal berseragam hitam yang berjejer rapi. Belum lagi ditiap sudut dan celah keramaian, para pengawal siap siaga. Para tamu harus melewati tahap-tahap pengamanan sebelum bisa melenggang duduk di kursi undangan. Tidak ada pengecualian.

"Bodoh! Kenapa bisa sampai kecolongan?" tanya Mawar, menggerutu kesal pada suaminya. "Kalau sudah begini, kita tidak akan bisa memperdaya Tari lagi."

"Aku juga tidak menyangka Elang akan bergerak secepat ini. Apalagi rencana pernikahannya kan masih beberapa Minggu lagi. Sialan memang si Elang! Bisa-bisanya dia menelepon dan bilang pernikahannya hari ini." sewot Panji, tak kalah kesal dari Mawar. Ambyar sudah rencananya.

Tadi pagi, tiba-tiba saja Elang menelepon dan memberitahunya untuk datang segera ke hotel Gumeulis, karena pernikahannya dengan Tari akan dilaksanakan beberapa jam lagi. Siapa yang tidak kesal? Rasanya Panji ingin mencabik-cabik wajah Elang saking kesalnya.

"Elang tidak menghargaiku sama sekali! Seharusnya aku duduk disamping mempelai agar semua tamu tau kalau aku orangtua dari mempelai perempuan, tapi dia memperlakukan ku sama seperti tamu lainnya."

"Dia meremehkan kita, Mas."

"Awas saja, akan ku hajar Tari nanti kalau tidak mau membantuku!"

"Tenang, Mas. Jangan keras-keras, nanti orang-orang memperhatikan kita." Mawar mengusap lengan Panji untuk menenangkannya, karena sebagian tamu mulai melihat ke arah mereka. "Tapi, Aster aman, kan? Elang tidak akan menarik kontraknya, kan?"

PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang