"Apa kau bahagia, Kak?"
Ros menoleh, sejenak menatap Rani yang sedang menunggu jawaban darinya.
"Bagaimana denganmu? Apa kau juga bahagia?" Ros malah balik bertanya, membuat Rani terdiam.
Mereka terdiam dalam waktu yang cukup lama hingga kesadaran itu datang dan menghantam pada kenyataan yang ada. Pada masa lalu Ros yang pahit, pada masa lalu Rani yang pilu.
Mereka berdua adalah sosok ketidaksempurnaan seorang istri yang hidupnya terasa sempurna bersama Elang. Elang yang tidak pernah mengungkit masa lalu mereka, Elang yang menerima diri mereka apa adanya, Elang yang memperlakukan mereka dengan baik dan adil.
Jadi, dengan alasan apa mereka harus mengeluh? Dengan alasan apa mereka harus menuntut Elang? Dengan alasan apa mereka harus menolak keberadaan Tari? Tari bukanlah pelakor. Keberadaannya dibutuhkan oleh Elang. Jika Tari bisa membuat Elang bahagia, kenapa tidak? Apa yang menjadi kebahagiaan Elang, akan menjadi kebahagiaan mereka juga. Justru dengan hidup bersama Tari, kebahagiaan mereka semakin lengkap. Tari tidak pernah mengancam keberadaan mereka, sebaliknya pun mereka begitu. Mereka semua sama sama ikhlas menerima suratan takdir dan menjalaninya dengan hati yang lapang.
"Aku bahagia." Ros mengangguk dengan yakin, diikuti Rani yang tersenyum setuju.
"Aku juga bahagia." ucapnya, tulus. "Terima kasih karena dulu sudah menerimaku, Kak. Aku menyayangimu." Rani pun memeluk Ros dengan erat.
"Aku juga menyayangimu." Tanpa sadar setitik airmata jatuh dari pelupuk mata Ros. Terharu.
Mereka berpelukan, kembali melihat kearah Elang dan Tari yang sedang asyik adu mulut di tengah keramaian malam. Elang yang menginginkan banyak anak dan Tari yang hanya ingin dua atau tiga anak. Padahal si jabang bayi baru berusia tiga minggu, tapi orangtuanya sudah sibuk membahas adik-adiknya yang bahkan belum ada.
"Mas El saja yang hamil!" sergah Tari, kesal.
"Mana bisa? Hamil itu kodratnya perempuan."
"Kalau begitu terserah aku dong mau berapa juga."
Saat Elang mau menyanggah kembali, dugh! Tongkat Eliana sudah keburu mengenai kepala Elang.
"Ish kau ini!" Eliana melotot tak suka pada putranya. "Apa kau tak malu bertengkar didepan semua orang? Mengalahlah sedikit pada istrimu!" suruhnya.
"Iya iya." Mau tak mau Elang mengangguk sambil mengusap-usap kepalanya yang sakit. Tari terkikik geli.
"Bagikan sembako dan hadiah-hadiah pada seluruh karyawan perusahaan, anak yatim piatu, dan juga panti panti jompo. Ibu ingin mereka juga bisa merasakan kebahagiaan kita hari ini."
"Aku sudah menyuruh Tomi, Bu." sahut Elang.
Eliana tersenyum puas lalu memeluk Tari dengan erat. "Ketika cucuku ini lahir, aku akan memberikan perusahaan Mahardika Publishing yang di California untuknya." Ucapan Eliana disambut decak kagum semuanya.
"Itu....terlalu berlebihan, Bu." sahut Tari, ragu. Biasanya bayi lahir diberi hadiah perlengkapan bayi atau apalah, eh ini malah mau diberi perusahaan.
"Tidak ada yang berlebihan untuk cucuku. Terima saja." Eliana mengusap perut Tari. "Kau harus menjaga kesehatanmu. Kau harus sehat agar cucuku bisa lahir dengan sehat juga."
"Iya Bu."
"Jangan kuatir, kami akan menjaganya dengan baik. Iya kan, Kak?" timpal Rani, yang datang mendekat bersama Ros.
"Pasti."
"Syukurlah." Eliana tersenyum lega lalu memeluk Ros dan Rani bergantian.
"Aduduh!" Tiba-tiba Tari mengaduh sambil memegang perut, membuat semua orang kaget dan panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat)
Roman d'amourHidup Tari diliputi oleh duka dan lara karena masa lalunya. Ketika dirinya dijual untuk sebuah pernikahan, bisakah dia bahagia? Sementara dia menikah untuk menjadi istri ketiga Elang Mahardika. Tari berusaha lari dan lari menjauh dari Elang, dari...