21. Di Bayar Lunas

1.8K 165 3
                                    

"Selamat tinggal anak haram...."

Panji melepaskan tangan Tari. Tapi disaat bersamaan, seseorang melesat datang dan kembali memegang tangan Tari lalu menariknya menjauh dari tepi tebing.

"Akhh!" Tari jatuh tersungkur ke depan saking kuatnya tarikan tangan itu.

Bugh! Disusul sebuah tendangan tepat mengenai dada Panji. Tak ayal Panji pun oleng lalu terjatuh. Saat Panji ingin bangkit, beberapa senti didepan wajahnya sudah menunggu sebuah kaki beralas sepatu Eiger Phyton yang siap menghantam wajahnya.

"Helo pecundang." sapa orang yang telah menarik Tari tadi, tersenyum dingin pada Panji. Lalu dengan tenang dia menurunkan kakinya, membersihkan alas sepatunya pada jas mahal Panji, setelah itu baru menginjak bumi kembali. "Keset yang bagus." ujarnya, membuat wajah Panji memerah.

"Kau?" Panji menatap marah. "Siapa kau?! Berani sekali kau menghalangiku!" cecar Panji, tak terima.

"Aku malaikat mautmu." sahut Kaleo dengan tenang. Kaleo datang disaat yang tepat untuk menolong Tari. "Sudah siap berangkat ke neraka?"

"Cihh!" decih Panji sambil meludah ke tanah. Panji pun berdiri tegak, menantang Kaleo. "Kau hanya bocah kemarin sore. Kau yang akan ke neraka."

"Oh, oke. Kita ke neraka bersama. Bagaimana?"

"Mati saja kau!" geram Panji seraya tertawa sumbang. Prok! Prok! Prok! Panji menepuk tangan tiga kali. Dalam hitungan detik, beberapa orang muncul dan langsung mengepung Kaleo.

"Ah, ternyata kau membawa orang-orang tak berguna." ejek Kaleo, menatap remeh anak buah Panji.

"Banyak omong! Habisi dia!" titah Panji pada anak buahnya.

Tari berlari kecil menuju pohon besar, menghindar dari perkelahian yang pasti terjadi. Bersembunyi dan berharap cemas tidak akan ada yang mati kali ini. Bukan, bukan Kaleo yang Tari cemaskan, tapi Panji dan anak buahnya.

Bak! Bugh! Bagh! Buk!

Perkelahian berlangsung sengit. Mereka menggempur Kaleo dari segala arah, tak memberi celah sedikitpun untuk Kaleo membalas serangan mereka. Sementara Panji tersenyum senang sambil berkacak pinggang, menunggu kekalahan Kaleo.

Silih berganti mereka memukul dan menendang Kaleo. Tapi semua itu dengan mudah ditangkis dan ditepis Kaleo. Tak tergambar sedikitpun wajah lelah atau panik. Seperti biasa, raut wajah Kaleo dingin dan datar.

Bugh! Bugg! Buugghh!!

Satu persatu mereka jatuh terkena tendangan dan pukulan Kaleo. Melihat itu tentu saja Panji langsung berteriak marah, "Dasar bodoh! Ayo bangun!"

Mereka bangkit lalu mengambil apapun yang ada di sekitar mereka untuk dijadikan alat, mulai dari bongkahan batu hingga sebatang kayu, bahkan diantara mereka ada yang mengeluarkan pisau dan celurit.

"Serang dia! Serang!!" Panji terus memberi perintah melihat anak buahnya sedikit ragu-ragu.

"Hhiiiaaatt!!!" Akhirnya mereka semua maju lagi menyerang Kaleo.

Tapi mereka bukan lawan yang seimbang untuk Kaleo. Satu persatu berjatuhan sambil mengaduh kesakitan, ada juga yang pingsan begitu saja, sampai akhirnya tak bersisa satu orang pun. Tentu saja nyali Panji langsung mengkerut ketakutan melihat anak buahnya pada roboh dan kalah.

"Si...apa kau sebenarnya?" tanya Panji, tergagap takut.

"Sudah ku bilang, aku malaikat mautmu." seloroh Kaleo sambil menyeringai tajam.

"Jangan ikut campur urusanku." Panji mundur beberapa langkah saat Kaleo mulai mendekatinya. "Aku tidak pernah menganggumu jadi kau juga jangan mengangguku!" tegasnya, berusaha tetap terlihat berani.

PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang