36. Taman Langit

1.4K 131 14
                                    

Diantar Elang, Tari mengantarkan Mawar dan Aster ke tempat peristirahatan terakhir.

Mawar terkena serangan jantung. Dihari yang sama dengan Aster, Mawar pun meninggalkan dunia untuk selamanya. Pemakaman keduanya dilakukan secara tertutup dan hanya dihadiri oleh kerabat terdekat. Mawar dan Aster dimakamkan disamping makam Panji.

"Maafkan aku." Giring Sasongko menatap Tari penuh penyesalan. Giring sengaja menunggu Tari dan Elang diluar kompleks pemakaman untuk bicara. "Aku tidak bisa mendidik Aditya dengan baik." ucapnya.

"Semua sudah terjadi, Om. Aku ikhlas. Semoga Aditya cepat sembuh." ujar Tari, memaksakan diri untuk tersenyum meski kaku.

Giring hanya mengangguk pelan lalu beralih pada Elang. "Aku sudah mengurus pengacara untuk memberikan 5% saham perusahaan pada Tari. Beberapa hari lagi pengacara ku akan menghubungimu."

"Tidak perlu. Tari punya banyak dariku." elak Elang, menolak halus.

"Itu untuk menebus rasa bersalah ku pada Darman. Terima saja." ketus Giring seraya berbalik dan pergi begitu saja dari hadapan Elang dan Tari.

Elang dan Tari saling menatap diam lalu bergegas masuk ke dalam mobil. Dari kabar yang beredar, Aditya sudah dibawa ke Jerman untuk mendapatkan pengobatan terbaik. Elang rasa apa yang dialami Aditya setimpal dengan apa yang telah diperbuatnya. Butuh waktu yang sangat lama untuk Aditya bisa pulih kembali.

Dalam perjalanan pulang, Elang membicarakan tentang rencana bulan madu mereka yang tertunda. Well, sebenarnya rencana Elang sendiri karena Tari tidak berniat untuk bulan madu.

"Tidak usah ke luar negeri." Tari menolak ajakan Elang untuk pergi bulan madu keliling dunia. "Capek, Mas. Malas lagi. Kalau bisa, tidak usah bulan madu segala." elaknya, alasan.

Elang mendengus kesal, tak mengerti dengan jalan pikiran Tari. Disaat semua wanita mendambakan bulan madu keliling dunia, mengunjungi tempat-tempat terindah yang ada dipenjuru dunia, Tari malah menolaknya, tidak mau.

"Pokoknya aku mau bulan madu!" ketus Elang, malah bertingkah seperti anak kecil. Cemberut. "Dari awal menikah, kita itu tidak pernah punya waktu berdua. Selalu saja ada gangguan, selalu saja ada masalah. Pokoknya kita harus bulan madu. Aku kan ingin berduaan sama kamu tanpa diganggu oleh siapapun. Masa begitu saja kamu tidak mengerti?"

Tari tersenyum geli, heran tapi juga jijik dengan sikap kekanakkan Elang. "Iya, kita bulan madu. Tapi, aku yang pilih tempatnya yah." Akhirnya Tari menuruti kemauan Elang, biar cepat diam.

"Boleh. Yang penting kita bulan madu." Wajah Elang kembali ceria.

Supir dan Tomi yang duduk didepan hanya bisa meringis heran dengan perubahan sikap bosnya.

"Beritahu Tomi tempatnya. Biar dia yang mengatur." ujar Elang, hanya dijawab anggukkan saja oleh Tari.

Tak terasa mobil sudah sampai dikediaman Mahardika. Tomi bergegas keluar untuk membukakan pintu buat Tari, sementara Elang tidak ikut turun karena dia harus kembali ke kantor.

"Makasih." ucap Tari pada Tomi.

Setelah memastikan Tari masuk kedalam rumah, Tomi kembali masuk ke dalam mobil. Perlahan mobil itu pun kembali keluar untuk melanjutkan perjalanan.

Keesokan harinya wajah Elang berseri terang mengalahkan terangnya slogan lampu merk philip. Elang belum tahu kalau bulan madu yang diinginkan Tari berbeda 180° dengan bulan madu versinya. Tidak ada paspor, visa, dollar, bahkan tidak ada travel bag. Wajah berserinya pudar saat harus menghadapi kenyataan tak terduga.

"Apa ini?" Raut mengkuatirkan tercetak diwajah Elang saat melihat Tomi dan Tari membawa dua ransel besar, lalu beberapa pelayan datang membawakan tenda dan perlengkapannya.

PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang