Duka masih menyelimuti Tari. Sejak tiba dihotel, Tari hanya terduduk diam dan memandang kosong keluar jendela kamar. Elang pun mengawasi dalam diam. Tidak jauh berbeda dari photo yang diberikan Panji, Tari terlihat cantik alami tanpa make up apapun. Jenis kecantikan yang jika dipandang tidak akan membuat orang yang memandangnya bosan. Hanya gurat kesedihan dan letih yang nampak terlihat jelas dalam dirinya.
Untuk gadis seusianya, Tari nampak lebih dewasa. Tidak ada kesan manja atau kekanakkan. Bahkan penampilannya pun seadanya, cuek, sama sekali tidak mengenal style fashion. Tentu saja hal itu jauh berbeda dengan kedua istri Elang, yang tak bisa lepas dari make up mahal dan pakaian bermerk.
Perlahan Elang bangkit dari sofa lalu berjalan menghampiri Tari. Elang sengaja berdiri di depan Tari untuk menarik perhatiannya. Tapi tatapan Tari tetap saja kosong dan jauh.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Elang, membuyarkan lamunan Tari.
Barulah mata Tari bertemu dengan mata Elang. Untuk sesaat mereka saling diam dan saling berpandangan. Bahkan Tari terang-terangan memandang Elang dari ujung kaki hingga atas kepala.
"Ya, sebaiknya begitu." sahut Tari, akhirnya. Meskipun jawaban Tari sedikit ambigu, Elang menerimanya dengan tenang.
"Kau terlalu memaksakan diri."
"Dan kau terlalu sok tahu." Kali ini Tari menjawab dengan sinis, membuat Elang terkekeh pelan.
"Aku ini lebih tua darimu, sopan sedikit." ujar Elang.
Tari diam, hanya matanya saja yang mendelik galak pada Elang. Kalau saja tidak ingat ajaran Senja tentang sopan santun, sudah pasti Tari akan memaki Elang, Laki-laki berumur yang dipilihkan Panji untuknya.
Elang kembali terkekeh pelan, lucu melihat tingkah polah Tari yang tidak bisa ditebak. Terlihat pendiam tapi sebenarnya pemberontak. Lihat saja, kali ini Tari memutar kedua bola matanya dengan malas dari Elang. Elang yakin seratus persen rencana pernikahannya dengan gadis itu tidak akan berjalan mulus, karena dari wajahnya saja sudah terlihat rencana-rencana pemberontakan yang akan segera dilakukan Tari. Tinggal menunggu waktu saja.
"Apa kau ingin tinggal dihotel terus?" tanya Elang.
"Apa Om keberatan?" Tari balik bertanya dengan tatapan meremehkan. Tari tahu kalau kamar yang ditempatinya sekarang adalah kamar termahal di hotel itu.
"Tidak." jawab Elang, tenang.
"Ya, sudah."
Elang gemas bukan main. Tangannya tak sadar ingin menyentil kening Tari, tapi Tari dengan cepat menjauhkan kepalanya dari tangan Elang.
"Bukan mahram! Jangan pegang-pegang!" ketus Tari sambil melotot galak, marah.
"Kalau kau mau, aku akan menyiapkan rumah untukmu." ujar Elang, tak menghiraukan kemarahan Tari. "Katakan saja kau ingin rumah seperti apa, langsung ku belikan. "
"Cih! Sombong!" dengus Tari sambil membuang muka.
Kali ini Elang tak bisa menahannya lagi. Elang menarik tangan Tari sehingga tubuh Tari jatuh kedalam pelukannya, lalu dengan gemas dicubit nya pipi Tari hingga merah.
"Akhh! Sakit tahu!" jerit Tari, benar-benar kesakitan.
"Sifat aslimu mulai keluar juga, heh!" Elang tak mau melepaskan pelukannya meski Tari meronta dan berontak.
"Lepaskan Om!"
"Jangan bergerak terus, atau kau akan membuatnya bangun." bisik Elang, memberi peringatan.
"Siapa?" Tari tak mengerti. Dikamar itu hanya ada mereka berdua.
"Burung Elang ku." bisik Elang, lagi. Tari membisu, mencoba menerka maksud ucapan Elang. Saat menyadari kemana arah ucapan Elang, wajahnya pun langsung merona merah, malu. Melihat itu Elang terkekeh senang. Tapi bukan Tari kalau tidak bisa membalas Elang.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat)
RomanceHidup Tari diliputi oleh duka dan lara karena masa lalunya. Ketika dirinya dijual untuk sebuah pernikahan, bisakah dia bahagia? Sementara dia menikah untuk menjadi istri ketiga Elang Mahardika. Tari berusaha lari dan lari menjauh dari Elang, dari...