25. Teman lama

1.8K 146 1
                                    

Di lapas Medan, dua orang lelaki paruh baya saling berpelukan melepas rindu. Meski selama ini mereka tahu keberadaan masing-masing, tetapi mereka tak pernah bertemu, hanya saling mengawasi saja dari jauh.

Mang Darman menatap bangga pada sosok temannya yang nampak gagah dan berwibawa. Tentu saja, kini sosok temannya itu sudah menjadi seorang pengusaha terkenal, menantu seorang konglomerat, bahkan istrinya adalah seorang anggota dewan yang cukup disegani.

Dia adalah Giring Sasongko, orang yang mempunyai ikatan kelam dengan Mang Darman di masa lalu. Ikatan yang hanya bisa dibebaskan oleh kematian salah satu dari mereka.

"Waktu kalian hanya 20 menit." ujar penjaga lapas, memberitahu. Mereka pun di tinggalkan dalam ruangan yang berukuran 2x2 meter dengan penerangan seadanya.

"Bagaimana kabarmu?"

"Baik. Tidak pernah sebaik ini." sahut Mang Darman, tersenyum senang. "Akhirnya kita bisa bertemu lagi."

Riak senang Mang Darman hanya dibalas hela napas penyesalan oleh Giring. "Maafkan aku." ujarnya. "Aku sudah berusaha mengeluarkanmu dari sini. Tapi kekuasaan Elang ternyata lebih besar dari yang ku pikirkan."

"Kau sudah tahu?" selidik Mang Darman, hanya menduga.

"Ya." Ah, ternyata benar. "Dia yang sudah menjebakmu dikapal lalu menjebloskanmu kesini."

Mang Darman tertawa kecil, seakan kebenaran itu hanyalah lelucon kecil untuknya. "Itu benar, dia memang sengaja melakukannya padaku."

"Menantu yang buruk, bukan?" ketus Giring, sinis.

Mang Darman kembali tertawa kecil menanggapi kekesalan temannya itu. Ternyata, Giring pun sudah tahu hubungan Elang dengan Tari.

"Setelah insiden di kapal, aku berusaha menghubungi orang-orangku, tapi tak satupun dari mereka yang bisa membantu. Bahkan untuk menemuimu pun aku harus minta bantuan pada mertuaku. Hah, aku jadi kasihan pada putrimu karena bersuamikan laki-laki macam dia."

"Dia memang menyebalkan."

Giring mengangguk setuju. "Bisa ku bayangkan, bagaimana reaksinya jika tahu kau dijebloskan ke penjara oleh suaminya sendiri."

Mang Darman tertawa lagi. Tapi dalam sekian detik, tawanya hilang berganti wajah murung nan sedih. Kerinduannya pada Tari sudah menggunung, tapi masih harus dia tahan untuk alasan yang sebenarnya dia mengerti. Menyadari perubahan dihadapannya, Giring pun ikut murung.

"Dua hari disini, orang suruhan Elang mendatangiku. Saat itulah aku tahu kalau Elang sudah mengetahui hubunganku yang sebenarnya dengan Tari. Dan aku mengerti saat dia memintaku untuk bersabar lebih lama lagi."

"Kau tahu, cepat atau lambat kau harus mengatakannya pada putrimu." ujar Giring. "Jika dia mendengarnya dari orang lain, dia akan membencimu."

"Aku tahu. Mungkin, selepas keluar dari sini aku akan mengatakannya."

"Yah, lebih cepat lebih baik."

"Tapi, apa bisa kau melakukan sesuatu untukku?"

"Katakan."

"Jika nanti aku mati lebih dulu, bisakah... kau melindungi putri dan menantuku?" pinta Mang Darman, membuat Giring terdiam.

"Jangan bicara omong kosong. Kau tidak akan mati secepat itu." dengus Giring.

"Tidak ada yang tahu kapan kematian itu datang. Berjanjilah padaku, oke?"

"Baiklah, aku berjanji." Akhirnya.

Baginya permintaan itu sesuatu yang mustahil. Karena dengan kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki Elang, pastilah Elang bisa melindungi keluarganya sendiri. Tapi Giring malah meluluskan permintaan Darman. Meski kelak harus dibayar dengan nyawa, Giring tetap akan melindungi Tari, seperti dulu yang dilakukan Darman pada putranya.

PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang