38. Kejutan

3K 189 7
                                    

Siapa yang kemarin kena prank? 🤭
Happy reading🌻🌻🌻

____________________________________

Dengan paksa Tari melepaskan diri dari pelukan Elang. Sesaat mereka saling bertatapan dan saling menangis dalam diam.

"Jangan pernah pergi dariku. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku membutuhkanmu." tegas Elang.
Tangannya menyeka pipi Tari yang sudah basah oleh airmata. Tari pun memaksakan diri untuk tersenyum.

"Kalau kau ingin kita tetap bersama, Mas. Mintalah restu sekali lagi pada Ibu, Kak Ros dan Kak Rani. Karena tanpa restu mereka, kita tidak akan bahagia meski bisa bersama. Aku yakin mereka hanya marah. Mereka tidak benar-benar mengusirku." ujar Tari, menatap dalam. "Kau sudah lama bersama mereka jauh sebelum bertemu denganku."

"Aku mencintaimu... "

"Aku tahu, Mas. Dan aku tidak ingin mengorbankan mereka hanya untuk kebahagiaan diriku sendiri."

Elang mengenggam erat kedua tangan Tari lalu dikecupnya bertubi-tubi, silih berganti. "Mereka ingin kita berpisah. Apa kau tidak tahu itu? Dan aku tidak mau berpisah. Jika aku harus memilih, aku memilihmu. Aku akan melepaskan mereka jika memang itu yang harus aku lakukan untuk bisa bersamamu."

"Jangan berkata seperti itu, Mas." Tari menutup bibir Elang dengan jemari tangannya. "Aku hanya menyuruhmu meminta restu, bukan melepaskan mereka."

"Kau naif sekali." Elang menurunkan jemari Tari lalu kembali dikecupnya perlahan. "Kau terlalu baik."

"Karena.... Aku menyayangi mereka, Mas. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaanku juga."

Sepertinya keinginan Tari tak bisa dibantah lagi. Elang memilih berkompromi daripada harus memaksakan kehendaknya pada Tari. Untuk membuat Tari berada disisinya, Elang akan melakukan apapun.

"Ya sudah, ayo kita lakukan bersama. Kita minta restu lagi pada mereka."

"Tidak. Kau harus melakukannya sendiri, Mas." elak Tari, membuat Elang tidak suka mendengarnya. "Untuk menyakinkan mereka lagi akan butuh waktu, Mas. Jadi, kita harus berpisah untuk sementara."

"Tidak! Aku tidak mau berpisah!" Suara Elang meninggi, tak suka.

"Hanya untuk sementara waktu, Mas. Aku janji, aku akan menunggumu." bujuk Tari.

"Kau akan lari lagi."

"Tidak, aku tidak akan lari kemanapun lagi. Sekarang rumahku adalah kamu, Mas."

"Janji?"

"Iya, janji." senyum Tari dengan bibir sedikit berkedut menghadapi sikap kekanakkan Elang.

Akhirnya, perlahan Elang mengangguk, menyetujui usul Tari untuk berpisah sementara waktu sampai mereka kembali mendapatkan restu. Elang pun melepaskan genggamannya pada tangan Tari dengan terpaksa.

Tari tersenyum menenangkan Elang. Perlahan langkah kakinya beringsut mundur menjauhi Elang. Dua pasang mata yang terus terhubung itu terputus saat pintu terbuka lalu kembali tertutup dengan Tari yang menghilang dari pandangan.

Satu detik, tiga detik, beberapa detik berlalu. Elang masih terpaku diam memandang pintu yang sudah tertutup.

Tidak.... Ini tidak benar. Elang menggelengkan kepalanya perlahan seraya menatap nanar pintu. Keraguan menyeruak masuk ke dalam hati dan pikirannya. Kilasan-kilasan kejadian yang sempat memisahkan Tari darinya, kembali berputar dalam ingatannya bak rentetan film nostalgia.

Elang terhenyak sadar. Dia merasa tak rela. Lalu, tanpa pikir panjang Elang berlari menyusul Tari. "Sayang!!" serunya, panik. Dengan tak sabar tangannya meraih handle pintu, menariknya hingga pintu terbuka lebar, lalu...

PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang