31. Titik Terang

1.5K 131 3
                                    

Pemakaman Mang Darman telah selesai. Kidung duka masih menyelimuti orang-orang yang tersisa di pemakaman. Elang dengan setia mendampingi Tari selama proses pemakaman. Atas keinginan Tari juga, Mang Darman dimakamkan di dekat kuburan istri dan anak-anaknya di Jakarta. Tari tahu penyesalan Mang Darman pada Senja teramat besar. Tapi kehilangan istri dan anak-anaknya juga merupakan pukulan yang sangat berat bagi lelaki itu hingga memutuskan untuk menebus kesalahannya pada Senja dan juga dirinya. Karena itulah Tari memberikan tempat peristirahatan terakhir Mang Darman untuk berkumpul dengan keluarganya.

"Ada Tuan Giring Sasongko." bisik Tomi, memberitahu Elang.

Dari kejauhan datang dua orang laki-laki berjalan menghampiri mereka, seorang paruh baya dan satu lagi masih muda. Raut dukanya tak bisa dipungkiri jika dia pun merasa kehilangan atas meninggalnya Mang Darman. Elang beranjak menghampiri, memberikan isyarat pada Tomi untuk tetap ditempatnya menemani Tari.

"Aku turut bela sungkawa." ucapnya pada Elang. Mereka berjabat tangan dan berpelukan sesaat. "Baru seminggu yang lalu aku menemuinya di lapas, sekarang dia sudah pergi untuk selamanya." ujar Giring Sasongko, lalu memperkenalkan putranya pada Elang. "Oh ya kenalkan, ini putraku, Aditya."

"A..ku juga turut bela sungkawa. Semoga almarhum mendapatkan tempat terbaik disisi Allah." doanya, terlihat agak gugup dan canggung.

"Aamiin. Terima kasih."

"Bagaimana keadaannya?" tanya Giring Sasongko seraya melirik pada Tari.

"Sedikit terguncang." sahut Elang.

"Kau harus menjaganya dengan baik. Jika butuh bantuan, kau bisa memintanya padaku."

"Terima kasih."

Elang tak bisa mengalihkan perhatiannya pada Aditya. Untuk seseorang yang baru pertama bertemu, Aditya nampak gugup dan kikuk. Elang juga mendapati Aditya terus mencuri pandang padanya, membuat Elang curiga.

Setelah berdoa dan menaburkan bunga dimakam Mang Darman, Giring Sasongko dan putranya langsung pamit pergi.

"Cari informasi tentang Aditya Sasongko." titah Elang pada Tomi. "Dan kirim orang untuk mengikutinya."

"Baik." Tomi bergegas menjauh untuk menghubungi seseorang lewat ponselnya.

"Ayo Sayang, kita pulang." Elang memaksa Tari untuk bangkit. Dengan tertatih Tari dituntun Elang meninggalkan pemakaman. Lagipula sudah cukup lama mereka berada di pemakaman.

Dari pemakaman, Elang harus ke rumah sakit untuk melihat kondisi Kaleo setelah menjalani operasi karena lukanya yang cukup serius. Sengaja Elang membawa orang-orang yang terluka kembali ke Jakarta agar dapat dirawat dirumah sakit milik keluarganya. Dan tanpa sepengetahuan siapapun, Elang juga menyembunyikan pengemudi mobil penguntit di rumah sakit yang sama dengan Kaleo. Pengemudi mobil itu terluka dan tak sadarkan diri. Elang tahu, lambat laun polisi akan mencari tahu pengemudi mobil ketiga. Jadi sebelum itu terjadi, Elang akan memanfaatkan waktu yang ada untuk mendapatkan informasi darinya.

Dua jam kemudian di sebuah hotel melati, sepasang kekasih berjalan terpisah menuju kamar 302. Mereka nampak asing, bahkan saling pandang pun tidak. Tetapi begitu masuk kamar, keduanya langsung berpelukan mesra.

"Kenapa lesu, Bang?" tanya si wanita, heran melihat kekasihnya nampak murung. "Kerjaan di kantor lagi banyak yah?" terkanya.

"Tidak." Terdengar hela nafas berat.

"Lalu?"

"Aku....lagi capek saja." elaknya, tak bisa mengungkapkan apa yang mengganjal hatinya. Setelah diberitahu kenyataan yang terjadi dimasa silam, hatinya seakan berontak, merasa bersalah, karena secara tak langsung dia yang telah menyebabkan kematian orang yang justru telah menyelamatkan nyawanya semasa bayi dulu.

PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang