30. Hancur

1.6K 145 8
                                    

Mang Darman ingin memeluk Tari, tapi keinginannya dihentikan oleh Kaleo. "Beri dia waktu." Mang Darman pun hanya bisa termenung diam menyaksikan kesakitan Tari.

"Tari! Tari!!" Dari kejauhan suara Elang terdengar cemas memanggil. Untuk kesekian kalinya, Elang merutuki dirinya yang tidak bisa berada disisi Tari saat dibutuhkan. "Tari! Sayang!" Elang masuk, sesaat terpaku mendapati Tari yang terpuruk sedih. "Sayang!" Bergegas Elang mendekat, memeluk, dan menariknya untuk bangkit. "Ssttt, aku disini. Tenanglah." bisiknya.

"Akh! Akhhh!!" Tari menjerit dan menangis dalam pelukan Elang, menumpahkan segala lara yang terasa dihati. "Aku benci..." isaknya. "Aku benci laki-laki itu!" Lalu Tari menatap Elang sambil berurai airmata. "Suruh dia pergi, Mas El. Suruh dia pergiii!!!" pintanya.

Kini, Tari tidak sudi memanggil Mang Darman dengan sebutan Mamang lagi. Bahkan Tari sudah menganggapnya orang asing. Membayangkan penderitaan yang harus dialami Senja, membuat Tari sakit hati. Memikirkan laki-laki yang sudah menghancurkan Senja hidup didekatnya selama ini, membuat Tari muak dan marah pada dirinya sendiri. Sakit. Rasanya sakit sekali.

"Tolong, maafkan Ayah, Nak." lirih Mang Darman, memohon. Mang Darman tak bisa menahan air matanya. Melihat Tari menangis, dia pun ikut menangis.

"Diaammm!!" teriak Tari, tak mau mendengarnya. "Aku tidak punya ayah! Kau bukan ayahku!!" kukuhnya.

"Nak...."

"Suruh dia pergi, Mas El. Aku tidak punya ayah seperti dia! Suruh dia pergi!!"

"Sayang, tenanglah." bujuk Elang, berusaha menenangkan, tapi tak bisa.

"Aku benci dia! Aku benciii!"

"Sayang!" Elang terpaksa membentak Tari untuk menyadarkannya. Tari tersekat diam. "Tenanglah." ujar Elang, kembali melembut. "Dia...." Elang menatap ragu sejenak lalu menghela nafas panjang. "Dia memang ayahmu. Ayah kandungmu."

Tari menatap Elang tak percaya. Jangan, jangan katakan kalau selama ini Elang sudah mengetahuinya. "Ti...dak." Tari beringsut mundur, menepis tangan Elang yang ingin memeluknya kembali. "Tidak mungkin...."

"Itu benar. Mang Darman adalah ayah kandungmu. Hasil tes DNA pun menyatakan demikian." Tak ada yang ingin ditutupi lagi oleh Elang.

"Apa?" Tari tak ingin mempercayainya. "Jangan katakan kalau Mas El sudah mengetahuinya sejak lama."

"Iya, aku sudah mengetahuinya." Dengan kecewa Elang tak bisa menuruti keinginan Tari.

"Mas El bohong...." Dukg! Tubuh Tari membentur meja karena terus beringsut mundur. "Mas El bohooonnggg!!" jeritnya, kembali meraung.

"Maaf."

"Kenapa?" tanya Tari, sambil tangannya menahan sakit di dada yang tiba-tiba terasa menghunus nya tajam. "Kenapa Mas El menyembunyikannya dariku? Kenapa?! Atau, Jangan-jangan kalian juga sudah mengetahuinya selama ini. Iya, kan?" tuduh Tari, bergantian menatap Kaleo dan Tomi. Melihat mereka diam, berarti dugaannya benar. Mereka juga sudah mengetahuinya.

Jadi, selama ini hanya dia yang tidak mengetahui kebenarannya. Selama ini, hanya dia yang tertipu dengan orang-orang di sekelilingnya. Selama ini, hanya dia yang bodoh dan dibodohi. Payah. Benar-benar payah.

"Ha ha ha ha!" Tari tertawa getir, menertawakan dirinya sendiri.

"Aku yang salah. Aku yang berdosa, Nak." Mang Darman tak kuasa melihat Tari seperti itu. Hatinya terasa disayat pedih. "Jika memang kau ingin ayahmu ini pergi, maka aku akan pergi selamanya dari hidupmu."

"Pergi! Pergi dan mati sekalian!" maki Tari, tak peduli lagi karena amarahnya. "Apa kau kira aku mau mengakui laki-laki yang sudah memperkosa ibuku sebagai ayah? Tidak! Tidak akan pernah! Aku benci, aku benci kau!!!"

PETUALANGAN ISTRI KETIGA (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang