34

473 70 56
                                    

Tempat, karakter dan cerita ini hanya fiktif, tidak ada hubungannya dengan yang ada di kehidupan nyata ya 🙂

Ditunggu voment-nya 😉

"Bang, jangan langsung balik ya. Anterin gue ke kampus dulu," pinta Iqbal kepada Serma Gunadi ketika mereka berdua sudah berada didalam mobil setelah selesai check up di rumah sakit sore ini. Dan sekarang, ajudan Papahnya itu justru ditugaskan untuk mengantar serta mengawasinya.

Bisa nih Papahnya dilaporin ke Polisi Militer karena dianggap sudah menyalahgunakan wewenang.

"Saya tanya Pak Komandan dulu boleh atau tidak," jawab Gunadi yang setelah memasang seat belt lantas mengambil ponsel dari saku celana dinasnya.

"Yaelah ini ke kampus Bang! masa ga boleh? yaudah lah ga usah ga usah," Iqbal menjadi keki sembari tangannya mencoba menghalangi Bang Igun yang hendak melakukan panggilan ke sang atasan yang tidak lain adalah Papahnya Iqbal sendiri.

Sebenarnya minta diantar ke kampus itu hanya alasan Iqbal agar dia bisa bertemu dengan Yaya. Namun karena ajudan Papahnya ini daritadi tidak lepas mengawasinya, maka rasanya percuma saja untuk mengelabuhinya.

Ya, di dunia militer perintah dari atasan itu mutlak untuk seorang anak buah.

Mamahnya pernah bilang, meskipun Bang Igun itu bergolongan Bintara, namun karena keahliannya di bidang beladiri, pria itu dipercaya menjadi salah satu instruktur bagi para Perwira Perwira Pertama TNI AD yang bergabung untuk Korps Pasukan Khusus.

Dan saat ini, sudah kurang lebih dua bulan, pria yang Iqbal ketahui telah berusia 31 tahun itu ditugaskan untuk menjadi ajudan KASDAM (Kepala Staf Komando Daerah Militer), jabatan yang diemban oleh Papahnya Iqbal. Yang bisa dibilang sebagai "orang kedua" di pucuk pimpinan KODAM V, tepat dibawah sang Panglima Komando Daerah Militer atau biasa disebut PANGDAM, yang markasnya terletak di kota Surabaya.

Gunadi pun menatap Iqbal sekilas, lalu memasukkan kembali ponselnya ketempat semula. Dan setelah memastikan putra sulung dari sang Jendral bintang 1 itu selesai memasang sabuk pengaman, dia pun menyalakan mesin untuk kemudian melajukan mobil pribadi milik atasannya guna meninggalkan area rumah sakit.

"Bang gue boleh nanya?" setelah perjalanan kurang lebih sepuluh menit diliputi keheningan, Iqbal pun mulai membuka percakapan dengan pria yang memang dikenalnya cukup pendiam, dan terkesan dingin.

"Tanya apa?" jawab Gunadi tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.

"Bokap lagi ada masalah apa sih Bang? ga biasanya emosi kaya gitu? dulu aja ya pas gue kegaruk polisi gara-gara ikut tawuran, Bokap biasa aja tuh. Marahnya ga pakai urat kaya kemarin," tanya Iqbal yang kemarin malam setelah berselisih paham dengan Papahnya, mereka memang tidak saling bertegur sapa, kecuali saat sedang sholat berjamaah. Hingga pagi tadi saat Papahnya yang ada urusan di Markas Besar TNI AD, berangkat terlebih dahulu saat Iqbal tengah jogging.

Bahkan Mamahnya pun tidak bercerita apapun tentang hal yang memicu emosi Papahnya.

Gunadi yang tengah fokus menyetir, tak ayal menoleh sekilas kearah Iqbal.

"Itu bukan wewenang saya untuk memberitahu kamu Bal," hanya kalimat singkat dan terkesan kaku yang terlontar dari lisannya Gunadi. Bagaimanapun juga, masalah pribadi dari atasannya bukanlah hak dan kewajibannya untuk membeberkannya kepada pihak lain, meskipun itu anggota keluarga dari sang atasan sendiri.

Bisa dibilang sebagai seorang ajudan, kadang dia lebih banyak mengetahui problem maupun rahasia dari pimpinannya, ketimbang istri dan anak yang bersangkutan.

Pacar untuk Aryani {JINRENE} [END] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang