"Kok masih panas gini," ujar Iqbal seraya menempelkan punggung tangannya di kening Yaya, guna mengecek kondisi terkini sang kekasih yang dari semalam mengalami demam akibat kehujanan. "Udah minum obat belum?"
"Udah tadi pagi," mengenakan pakaian baby doll berlengan pendek dengan celana panjang berwarna pink, Yaya menjawab dengan wajah agak lesu ketika duduk bersebelahan dengan sang kekasih di kursi panjang yang ada di teras, saat Iqbal menyambanginya di kos, sepulangnya pemuda itu dari kuliahnya sore ini.
Sedangkan Yaya hari ini ijin tidak masuk kuliah karena sakit.
"Yaudah nih di makan dulu. Terus abis itu minum obat lagi," titah Iqbal saat mengeluarkan wadah makanan dari kantong plastik yang tadi dibawanya dan diletakkan di meja.
"Kok cuma satu? kamu ga?" tanya Yaya saat melihat Iqbal membuka tutup wadah plastik tersebut, yang ternyata berisi bubur kacang hijau hangat.
"Udah makan disana tadi," jawab Iqbal.
"Emang beli dimana? Cak Jimin?" tebak Yaya. Dan Iqbal pun mengangguk sambil meletakkan wadah bubur tersebut didepan Yaya beserta dengan sendoknya. Membuat Yaya paham kenapa Iqbal sudah makan terlebih dulu di warung burjo Cak Jimin yang berjualan persis diseberang kampus mereka, yang bubur kacang hijaunya itu rasanya memang terkenal enak.
"Kalau ga makan disana, ampe lebaran monyet juga ga bakal dibungkusin sama Cak-nya," tutur Iqbal yang dibalas angguk-anggukan kepala oleh Yaya. Karena disana itu memang tidak bintang lima bagi pembeli yang memesan untuk dibawa pulang. Hal tersebut tidak lain karena kalau hanya membeli untuk dibungkus saja tanpa makan di warung itu juga, sudah dapat dipastikan pembeli tersebut akan dilayani belakangan karena si penjualnya memang kerap memprioritaskan pembeli yang makan ditempat terlebih dahulu, yang sialnya pelanggan yang datang di warungnya Cak Jimin itu seperti tidak pernah ada habisnya, meskipun untuk itu para pembeli harus rela antri dan berjubel guna menikmati bubur kacang hijau khas Madura yang menjadi menu andalan di tempat tersebut.
"Yang kayaknya aku ga habis deh. Banyak banget ini," Yaya berucap setelah menelan sesuap.
"Pelan-pelan aja makanannya. Ntar juga habis," saran Iqbal saat melihat Yaya hanya makan sedikit sekali. "Mau aku suapin?"
Sebenarnya Yaya ingin mengangguk karena setelah memiliki kekasih, dia baru mengetahui kalau sangat menyenangkan bisa bermanja-manja dengan sang pacar. Apalagi memang sifat aslinya sebagai anak bungsu yang kerap bersikap manja kepada Ibu dan Kakaknya, membuat Yaya seperti "pulang" ke rumah saat bersama dengan Iqbal.
Yaya pun menggeleng saat mendengar tawaran Iqbal. Selain malu kalau nanti dilihat anak kos yang lain. Saat ini dia memang sedang tidak nafsu makan, karena sekarang tenggorokannya malah terasa agak sakit ketika menelan makanan.
"Ga enak," Yaya mengeluh.
"Masa sih? tadi aku makan enak enak aja," balas Iqbal yang disambut tabokan pelan dari Yaya di lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar untuk Aryani {JINRENE} [END] √
FanfictionKarena kejadian tak terduga, mendadak Aryani harus berurusan dengan Iqbal si Atlet Kampus serta Jody sang Ketua BEM. Kehidupan tenangnya sebagai mahasiswi tak menonjol pun akhirnya perlahan berubah. Bagaimanakah Aryani menjalani hari-hari selanjutn...