48 • Lonely Night

174 29 5
                                    

~ Aku tidak baik-baik saja tanpamu ~

•••

"Dokter, anak saya siuman!" Natalia berteriak mengisi ruangan yang tadinya hening.

Masih linglung, pandangan Cinta nampak kosong. Menatap lurus ke depan pada langit-langit.

Matanya menerjap beberapa kali saat seorang dokter sibuk memeriksa kondisinya. Perlahan namun pasti, kesadaran Cinta mulai kembali.

Dalam keadaan terbelenggu dan masih dalam pengaruh obat bius. Cinta hanya diam, tidak memahami situasi yang sedang terjadi. Sekaligus alasan kenapa ia bisa terbaring di ranjang rumah sakit?

Melihat hal itu, Natalia segera mendekat pada sang putri. Menggenggam erat tangan putri tunggalnya itu.

"Cinta, Bunda di sini, Sayang."

Cinta mengangguk pelan, ia merasakan kehadiran orang-orang di sekitar. Ia melihat dan dapat mengenali suara Natalia yang terdengar terisak.

"Bunda kenapa nangis?"

Pertanyaan pelan dari Cinta didengar oleh Natalia. Dengan gerakan cepat, ia mengusap wajah, menghilangkan jejak tangis. Ia tidak boleh terlihat rapuh di hadapan sang putri.

"Bunda, nggak apa-apa. Bunda hanya senang, karena kamu sudah sadar." Natalia mendekat, lalu mengecup lembut kening Cinta.

•••

"Daffaaa," racau Cinta. Kedua bola matanya terbuka sempurna.

Terlihat bingung akan situasi yang terjadi, tapi dalam beberapa detik setelahnya, ingatan samar itu muncul.

Saat itu juga, Cinta tahu alasan ia terbaring di rumah sakit kali ini.

Sorot mata Cinta turun ke arah perutnya yang terasa nyeri. Cinta memandangi seisi ruangan, tidak ada siapapun. Dengan gerakan lambat, ia duduk dan bergerak turun dari hospital bed.

"Daffaaa ...," lirih Cinta. Hal yang terakhir ia ingat adalah saat Daffa jatuh ke tanah, terbaring lemah di depan matanya. Sebelum ia juga ikut kehilangan kesadaran.

"Cintaaa!" Suara setengah berteriak terdengar. Seorang gadis cantik membuka pintu, ia segera berlari menuju Cinta. "Hati-hati," katanya, berbaik hati membantu Cinta.

Cinta tidak mengerti kenapa ia malah bertemu Amelda di sini? Ia makin bingung, saat Amelda menyuruhnya duduk di kursi roda. Sepupunya itu memperlakukan Cinta penuh perhatian.

"Amelda kenapa bisa ada di sini?"

"Lo nggak suka?" tanya Amelda singkat. Ia menyuruh Cinta untuk memegang selang infus, sementara ia mendorong kursi roda keluar dari kamar.

"Gue khawatir sama lo." Amelda menjawab tulus, meski terdengar dingin. "Harusnya Bi Isna yang jaga lo di sini, karena Tante Natalia sibuk. Tapi, gue bilang sama Tante Natalia, kalau gue aja yang nemenin lo hari ini."

"Oh, gitu? Makasih, ya, Mel."

"Sama-sama."

Mereka berdua diam, dalam keadaan canggung satu sama lain. Dua sepupu itu kembali bertemu namun terlihat asing satu sama lain.

"Mel," panggil Cinta, ada sesuatu yang ingin ia tanyakan.

"Apa?" tanya Amelda singkat.

"Selama Cinta dirawat, Daffa kabarnya bagaimana? Apa aku boleh pinjam ponsel Amelda buat ngehubungin Daffa?" tanya Cinta penasaran. Dengan mata penuh harapan, ia berharap Amelda mau menuruti permintaannya.

Sejak kejadian yang menimpanya itu, Cinta telah kehilangan ponsel. Bisa dibilang, ia juga baru saja bangun dari masa kritis yang berhasil ia lewati.

Sulit untuk menemukan Daffa dengan kondisinya saat ini. Dan, Amelda juga merupakan orang pertama yang Cinta lihat saat kesadarannya membaik.

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang