13 • Wind

210 40 30
                                    

~ Perasaan yang terbang dibawa angin. Kalau boleh, mendaratnya di kamu saja ~

•••

Kerja kelompok di rumah Jennie selesai tanpa membutuhkan banyak waktu. Cinta tertinggal seorang diri, menunggu jemputan Pak Anto.

Sementara, Aria dan Wildan sudah pergi setengah jam yang lalu. Begitu pun dengan Daffa, pria itu baru saja berpamitan pulang.

Sebenarnya, Cinta tidak berharap Daffa memberinya tumpangan lagi.

Tapi, setelah satu kali digonjeng Daffa ... Cinta jadi kecanduan. Ia menjadi tidak sadar diri, dan ingin rasanya menjadikan Daffa sebagai ojol pribadinya.

"Jangan peluk gue!"

"Jangan pegangan!"

"Gue nyetir motor nggak ugal-ugalan. Jadi, lo pasti nggak akan jatuh."

Mengingat tolakan tegas kulkas berjalan itu, membuat Cinta merenung. Sebelumnya Daffa terlihat baik bahkan menawarinya tebengan. Tapi, pria itu kembali menjadi cuek dan mengabaikan Cinta?

"Daffa, kenapa sih, labih banget?!" Cinta mendengus kesal.

Gadis cantik di sebelah Cinta dengan pipi chubby dan mata sipit hanya bisa geleng-geleng kepala. "Nggak kapok aja lo, Cin. Setelah kejadian di kantin itu ...."

"Kapok kenapa?" tanya Cinta polos.

"Lo pasti dengar sendiri, kan? Kalau lo terkenal punya bad issues, dan sudah cukup parah juga di sekolah."

"Iya, Cinta pernah dengar kok, Jennie."

"Terus lo nggak jera? Masih suka aja sama Daffa?!"

"Masih!"

"Aneh banget, lo." Jennie bisa melihat bahwa Cinta punya mental sekuat baja. Dikarenakan Daffa, pria itu memang terkenal ramah dan baik di kelas. Tapi, setiap kali ia marah ... semua orang hanya bisa diam.

Cinta tidak menyahut. Ia hanya nyengir tidak berarti.

"Mending lo tanya Elisa, adik kelas kita, deh, Cin. Gue dengar, dia dulu pernah pacaran sama Daffa. Kali aja lo dapat trik dan tips atau sekedar informasi berharga Daffa dari dia."

Mendengar hal itu. Cinta jadi bersemangat 45. "Siapa tadi namanya?"

"Elisa."

•••

Sesuai saran Jennie, Cinta benar-benar menemui Elisa dua hari setelahnya.

Dalam suasana lorong kelas yang sepi, Cinta dan Elisa nampak berdiri di sudut terujung kelas. Sekalian, jaga-jaga agar tidak ada orang yang bisa menguping keduanya.

"Kamu Elisa, kan?" tembak Cinta. Ia sudah melakukan riset selama semalam penuh untuk mengorek informasi dari mantan Daffa itu.

"Iya, aku Elisa, Kak." Gadis cantik itu menjawab singkat. Sorot matanya bergerak naik turun mengawasi Cinta.

"Jadi, benar kamu mantan pacar Daffa?" Seolah tidak yakin, Cinta memastikan dengan telinganya sendiri.

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang