11 • Pesawat Kertas

225 43 23
                                    

~ Bawa dia pergi dariku, seperti angin yang mengantarkan pesawat kertas hanya satu kali lalu rusak ~

•••

Semenjak kejadian di kantin hari itu. Cinta sudah tidak terlihat selama dua hari di sekolah. Tanpa adanya kabar apapun. Orang-orang di dalam kelas juga sepertinya tidak peduli ada atau tidaknya kehadiran gadis itu.

Daffa sebagai ketua kelas jelas merasa perlu untuk tahu, ke mana dan apa alasan gadis itu hilang tanpa jejak?

Bertanya dengan Bu Lili, wali kelasnya adalah solusi paling cepat untuk menuntaskan rasa pensarannya. Kabarnya ... Cinta ada kesibukan dan halangan sehingga tidak dapat berhadir untuk sementara waktu.

Daffa lega kalau begitu. Ia sempat mengira-ngira, kalau ketidakhadiran Cinta itu, terjadi karena dirinya.

Keluar dari ruang Bu Lili, langkah Daffa terhenti. Ia tersenyum singkat pada gadis berambut pendek bernama Elisa.

"Kak Daffa ... baik-baik aja?"

Pertanyaan itu membuat Daffa diam beberapa saat.

"Gue baik-baik, aja." Daffa menjawab sewajarnya.

"Aku sudah dengar rumornya, Kak. Soal kamu dan Kak Cinta. Ngelihat Kak Cinta jadi keingat aku yang dulu."

"Yang lalu biarlah berlalu."

"Iya, Kak."

"Gue pergi duluan." Daffa melewati Elisa begitu saja. Tidak ada perasaan apapun pada gadis berwajah imut yang selalu dinotice sebagai mantannya itu.

Daffa memang pernah menjalin hubungan dengan Elisa karena sesuatu. Namun, hubungan itu kandas dan berakhir begitu cepat.

Elisa yang memulai dan Daffa yang mengakhirinya.

•••

Di dalam kelas XII IPS 3.

Tiga pentolan sekolah sedang berkumpul di kelas Shasa. Ada beberapa orang di dalam kelas, nampak sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.

Amelda dan Miranda kebetulan gabut dan memutuskan berkumpul di kelas Shasa saja. Vibes kelas IPS jelas lebih easy going and cozy jika untuk tempat bertukar cerita.

"Tuh cewek emang gatel, dari info yang gue dengar dari Herda. Dia emang suka nempelin Daffa!" Shasa merenggut kesal. Ia menatap wajah cantiknya di cermin sembari memperbaiki letak poninya yang terasa janggal.

"Masa lo nggak ngerti, Sha." Miranda melipat tangan di dada, mata elangnya berkeliling memperhatikan sekitar. "Bukannya ... kita bertiga juga lihat dia meluk Daffa di kantin?"

Amelda masih memandang layar ponselnya, yang menampilkan pesan group WhatsApp dari akademi baletnya. Ia yang tadinya sibuk bertukar pesan dengan pelatih dan teman-temannya untuk persiapan tournament akhir tahun, mengalihkan fokus pada percakapan Miranda dan Shasa.

Gadis berambut panjang sepunggung dengan wajah cantik natural tanpa polesan make up itu, mendongak menatap Mirada dan Shasa bergantian.

"Jangan ngambil kesimpulan hanya dari satu sudut pandang aja. Kita juga nggak tahu kebenarannya kayak gimana."

Shasa berdecak. Bibirnya maju beberapa sentimeter. "Amelda sayang ... apalagi yang harus diraguin, sih. Gosip dari gue, nih, langsung dari sumbernya. Jadi, up to date."

"Iya, Mel. Lo jangan terlalu positive thinking, deh!" protes Miranda, paham betul bagaimana sikap Amelda.

Meski cantik dan populer. Amelda terkenal ramah, mudah bergaul, baik hati dan tidak sombong. Jika mau, Amelda dapat membuat fanbase untuk fanboynya.

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang