08 • Sepupu

246 51 39
                                    

~ Yang dekat menjauh, yang jauh semakin jauh. Tidak bisakah kita kembali dekat ~

•••

Cinta berjongkok di depan sebuah meja kayu jati yang dipahat dengan ukiran kuno. Di antara banyaknya koleksi guci dan keramik mahal Natalia.

Mata Cinta tidak dapat beralih pada bingkai-bingkai kecil yang disusun berbaris dengan rapi. Dari foto sewaktu ia bayi, hingga foto terakhir sweet seventeen Cinta di Bali, tahun lalu.

Cinta menatap dua bingkai foto yang berdampingan, foto pertama memperlihatkan dua orang wanita cantik dengan dress berwarna merah bata, tersenyum ke arah kamera. Dengan pemandangan dua orang bocah yang sedang berlarian.

Foto kedua, terlihat jauh menggemaskan. Di mana Cinta kecil dengan rambut diikat dua ke samping, memegang lolipop sebesar telapak tangannya, sambil manyun dengan kedua mata tertutup. Di sebelahnya, ada Arsya kecil dengan tubuh yang lebih pendek dari Cinta, terlihat berusaha menggandeng bahu Cinta akrab sambil tersenyum menunjukan gigi ompongnya.

"Dulu aku manggil Arsya, selalu Kakak Arsya, padahal tua'an aku, " gumam Cinta ingat samar-samar akan kenangan tersebut. Mungkin, saat itu ia berusia sekitar tujuh tahunan.

"Cinta, ngelihatin apa?"

Mendengar suara Natalia di telinganya, Cinta bahkan tidak sadar kapan sang bunda tiba.

Cinta bangkit, lalu memeluk Natalia erat. "Cinta kangen Bunda."

Natalia mengeratkan pelukannya pada Cinta. "Sama, Bunda juga kangen kamu."

Pelukan mesra melepas rindu ibu dan anak itu terlepas. Natalia ingat sesuatu, ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Bingkisan kecil, hadiah untuk sang putri.

"Makasih, Bunda."

"Coba lihat apa isinya?" suruh Natalia.

Cinta membuka bingkisan itu, dan ia melihat kotak jam berwarna pink yang terlihat lucu.

"Smartwatch?" Cinta mengenali benda itu. Sang bunda memberikannya, jam tangan mahal dengan fitur canggih.

"Dokter Verdhana bilang smartwatch bakal berguna buat kamu."

Cinta menyipit curiga ke arah Natalia. Sepertinya, hadiah smartwatch ini sudah masuk dalam rencana sang bunda pada Cinta.

"Gimana rasanya, dianter sekolah sama Pak Anto?"

"Cinta suka, kok."

"Bagus deh, kalau Cinta merasa suka aja sama Pak Anto. Jadi, Bunda nggak usah nyari supir lagi."

"Kenapa nggak Cinta aja yang belajar nyetir mobil, Bun? Biar enak Cinta kalau pergi sekolah atau kemana-mana, nggak minta antar jemput. Jadi, Cinta nggak nyusahin orang juga."

"Kamu nggak nyusahin siapa-siapa. Malah Bunda yang cemas kalau kamu bisa bawa mobil."

"Bunda pesimis banget, meragukan Cinta, nih!"

"Yaiyalah, kamu naik sepeda aja nggak bisa."

"Tapi, kan, sepeda sama mobil beda. Sepeda rodanya dua, kalau mobil rodanya ada empat."

Cinta berhenti membahas soal mobil, ia baru ingat akan suatu hal yang ingin ia sampaikan pada Natalia sejak beberapa hari yang lalu.

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang