51 • My Lifes Goes Dark

190 30 10
                                    

~ Jika saling cinta, kenapa harus menyakiti satu sama lain? Bukannya saling menguatkan? ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~ Jika saling cinta, kenapa harus menyakiti satu sama lain? Bukannya saling menguatkan? ~

•••

Daffa kini tinggal di kediaman utama keluarga Nugraha. Bersama Ewin, Kamila, dan si kecil Starla.

Dalam sebuah kamar bergaya manly, tiga orang sahabat berkumpul untuk pertama kalinya di rumah tersebut.

Bisa dikatakan, hanya dua orang saja. Karena pemilik kamar nampak terlelap di posisi rebahannya.

"Gue dapat kabar, kalau Cinta masuk rumah sakit lagi." Rendy melemaskan otot tubuhnya, melakukan sedikit peregangan.

"Oh, ya? Udah kali keberapa ini?" Ujang mematikan ponsel, mengumpat dalam hati karena kalah dalam duel game yang ia dan Rendy mainkan.

"Kurang tahu gue. Tapi, gue dengar katanya luka perut Cinta cukup parah."

"Gitu, ya? Mungkin itu juga alasan dia kurusan banget. Gue aja kaget pas ketemu Cinta, udah kayak mayat hidup dia."

"Shtttt!" tegur Rendy pada ucapan Ujang yang selalu tidak tersaring.

"Kenapa?" tanya Ujang polos.

"Nggak apa-apa." Rendy bedecak maklum pada Ujang, kemudian melirik Daffa yang tengah tidur siang dengan nyaman.

Ujang mengangguk malas. Berhubung berbicara tentang Cinta, Ujang ingat satu hal yang ia lupakan sejak tadi.

"Rumah Shasa 'kan satu kompek perumahan sama rumah Cinta. Tadi gue lewat sana, rumah Cinta kayaknya mau di jual." Ujang berkata sesuai apa yang ia lihat.

"Yang benar lo?"

"Takut salah, ini gue ada ambil foto. Bentar," kata Ujang. Merogoh ponsel di dalam saku jaket dan menunjukan beberapa foto yang ia ambil. "Iya 'kan, ini rumah Cinta?"

"Gue rasa, iya. Tapi, Cinta mau pindah ke mana, ya?"

"Ya, mana gue tahu! Udahlah, gue mau balik. Tuh anak, juga molor."

Rendy setuju dengan ucapan Ujang. Mereka berdua sedang membesuk seorang teman yang tidak acuh dan malah tidur mengabaikan dua sahabatnya.

•••

"Semoga lo cepat sembuh," batin Daffa. Jari jemarinya berhenti saat sedang membaca huruf Braille, Daffa masih mencoba membiasakan diri dengan dirinya yang baru.

"Lo mau pindah ke mana, Cinta?" Menutup buku itu kasar, Daffa telah kehilangan minat.

"Gue egois banget, karena berharap lo pamit atau ngasih sepatah kata perpisahan buat gue."

Daffa merenung, memegang dadanya yang terasa nyeri dan sesak. Mengacak rambut frustasi, ia masih belum bisa menerima takdir kejam yang Tuhan berikan padanya.

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang