44 • But Why?!

142 30 14
                                    

~ Mencintai itu proses, untuk memilih akhir ~

•••

"Astaga, gue lupa!" Jari jemari Daffa yang tadinya sibuk mengetik keyboard laptop tiba-tiba berhenti.

Tama, rekan satu kelompok Daffa penasaran.

"Kenapa, lo?"

Daffa tidak menjawab pertanyaan Tama. Ada hal yang jauh lebih penting dari itu.

"Cewek gue!" Daffa memukul dahinya keras, mengambil kunci motor dan ponsel yang berada di atas meja.

Meninggalkan berkas, laptop dan buku-buku miliknya begitu saja. "Lo sama Amelda lanjutin ya, udah gue kerjain seperempatnya. Kalau belum selesai, nanti kirim filenya ke gue."

"Daf, Daf, lo mau ke mana?" teriak Tama bingung, ia sadar bahwa Daffa nampak sangat tergesa-gesa.

Pandangan Tama beralih pada tas dan beberapa peralatan Daffa yang ditinggalkan tanpa acuh.

Daffa keluar dari kediaman Tama, memasang helm dan naik di atas motor kesayangannya.

Nyaris, Daffa melupakan satu hal penting yang harusnya tidak boleh ia lupakan, yaitu janjinya pada Cinta.

"Bodoh banget lo, Daf?!" umpat Daffa dalam hati, pada diri sendiri.

Ia membuka ponsel yang sengaja disetel dengan mode 'jangan ganggu', membuat Daffa tidak tahu sama sekali, bahwa sang pacar telah mengirim pesan dan beberapa kali mencoba menghubunginya.

"Angkat Cinta, please." Daffa meletakan ponsel di telinga, setelah membaca pesan tersebut. Ia berinisiatif, menghubungi Cinta.

Setelah beberapa saat panggilan keduanya, berhasil terhubung.

"Cintaaa," lirih Daffa pelan, menarik napas panjang. "Maaf, aku baru baca semua pesan kamu, aku sibuk banget. Kamu lama nunggu di rumah aku? Masih di sana?"

Hening beberapa saat, Daffa menunggu sahutan Cinta.

"Nggak apa-apa, Daffa. Cinta lagi makan ayam geprek keju mozzarella di cafe Foodnyam, dekat rumah Daffa, kok. "

Daffa menghela napas lega, setidaknya Cinta melakukan aktivitas lain. Tidak hanya berdiam diri di depan teras rumah Daffa dan menunggunya.

Melihat jok motornya yang basah, Daffa memperhatikan sekitar. Pohon, rumput dan hitamnya aspal jalan terlihat basah karena air hujan.

Melihat langit yang mulai cerah, Daffa bahkan tidak tahu bahwa sebelumnya hujan.

"Di sana hujan tadi?"

"Iya, tadi hujan lebat. Udah reda kok, Daffa."

Deg!

Daffa merasa bersalah. Ia memasang helm full face dan meletakan telepon tetap di telinganya, agar percakapan telepon mereka tidak terputus.

"Bagus, tunggu di sana. Aku otw ini."

"Iya, Daffa. Cinta tunggu, ya!"

"Kamu sama Arsya?" Motor Daffa beranjak pergi, melintasi jalan yang agak renggang setelah hujan.

"Bukan, Daffa. Cinta sama teman baru Cinta di sini."

Teman baru? Kening Daffa berkerut, ia tidak pernah tahu kalau sang pacar, ternyata punya teman selain Arsya.

"Oh, ya? Siapa?"

"Aldi namanya."

Deg!

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang