49 • Pergi Cinta!

208 27 5
                                    

~ Lakukan semaumu! Sementara, aku akan bertahan ~

•••

"Cinta, lo dengerin gue, kan?" Arsya masih memegang sendok berisi bubur di tangannya. Pandangannya beralih pada wajah pucat Cinta yang terlihat tidak baik-baik saja.

Arsya tersenyum kecil, lebih tepatnya miris. Bukan hal ini yang ingin ia lihat dari Cinta, tangan kiri Arsya bergerak lembut mengusap pucuk kepala Cinta.

"Buka mulutnya, pesawat datang ...." Arsya menyodorkan kembali sendok berisi bubur ke mulut Cinta, dan disambut baik oleh gadis cantik itu.

Terasa sulit, bahkan untuk mencerna benda lembut itu. Cinta merasa bersalah pada orang-orang di sekitarnya yang nampak khawatir.

"Sya," panggil Cinta pelan. Cinta menggeleng saat Arsya ingin menyuapinya lagi.

"Sudah kenyang?" Arsya menuruti Cinta. Meski tidak banyak, tapi setengah mangkok bubur berhasil Cinta habiskan.

"Apa Arsya mau nganterin Cinta buat ketemu Daffa hari ini?" Gadis cantik itu duduk, dengan bersandar di atas tempat tidur. Ia bertanya penuh harap.

Arsya diam, matanya mengamati sekeliling kamar Cinta sebentar. Ia bingung, menanggapi permintaan Cinta. Mengingat pesan Natalia, bahwa Cinta tidak boleh keluar dengan bebas tanpa izin.

Sebelum Arsya mampir, Natalia berpesan untuk tidak mengabulkan apapun permintaan Cinta yang berhubungan dengan Daffa.

"Kemarin, kan, lo udah nemuin dia. Sekarang, kondisi lo juga masih sakit, jadi lo fokus pemulihan aja dulu."

"Cinta kangen banget sama Daffa," lirih Cinta dengan wajah murung. Setelah kembali dari rumah sakit, penjagaan dan pengawasan Cinta diperketat.

Cinta tidak bisa mengajak Bi Isna atau Pak Anto ada di pihaknya lagi, dan Cinta tahu jika sang bunda sedang berusaha menjauhkannya dari Daffa.

"Iya, gue tahu. Tapi, bukan hari ini." Arsya menolak halus. Ia sependapat dengan Natalia, bahwa untuk kestabilan kondisi Cinta, gadis itu harus dijauhkan dari pemicunya yaitu Daffa.

Sekaligus untuk kesembuhan sang sahabat, Cinta harus bisa menstabilkan mentalnya setelah kejadian itu.

Meski Cinta terlihat sedih dan murung, tapi ini lebih baik dari pada melihat Cinta duduk selama berjam-jam, memandang kosong pada Daffa yang sedang terbaring di kamar rawatnya.

•••

Natalia baru saja pulang kerja. Sengaja pulang lebih cepat, karena tugas kantor tidak terlalu banyak hari ini.

Memutar knop pintu pelan, Natalia masuk perlahan ke dalam kamar gadisnya. Takut jika Cinta sedang tidur dan ia membangunkan sang putri.

Namun, Cinta terlihat belum tidur. Gadis itu masih duduk di atas kasur, mencoret-coret buku gambar lalu menoleh pada Natalia.

"Cinta belum tidur, Sayang?"

Cinta menggeleng, tidak bersuara. Ia merapikan alat tulisnya.

Natalia mendekat, duduk di tepi ranjang. Melihat dengan jarak dekat wajah cantik putrinya.

"Cinta, apa kamu sudah memikirkan usulan Dokter Verdhana?" tanya Natalia. Ia sudah mempersiapkan banyak hal dan semua itu, ia lakukan semata-mata hanya untuk Cinta.

"Cinta nggak akan pergi, Bunda. Cinta mau tetap di sini," sahut Cinta. Pindah rumah bukan hal yang semudah itu, apalagi ke suatu tempat dan negara yang berbeda dalam banyak hal.

"Nggak ada progres di sini untuk kamu, pengobatan di sana jauh lebih canggih dan dengan ahlinya langsung. Setelah kamu sembuh, kita kembali lagi ...." Natalia membujuk Cinta, bahkan sebelum disarankan oleh Dokter Verdhana. Natalia sudah memikirkan hal tersebut jauh sebelum kejadian buruk itu menimpa sang putri.

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang