~ Terserah. Alasannya adalah kamu, dan aku telah jatuh cinta ~
•••
Pria berseragam rapi itu, berdiri di depan motor hitam miliknya. Celingak-celinguk, memidai sekitar.
"Hai Daffa!" sapa Amelda yang baru saja tiba. Tangan lentiknya, bergerak menyelipkan beberapa anak rambut ke telinga, wajah Amelda nampak berseri-seri.
"Hai juga," balas Daffa singkat.
"Lagi nungguin siapa?" Amelda membuka percakapan.
"Seseorang," jawab Daffa cepat.
Amelda tidak bertanya siapa yang dimaksud Daffa tersebut. Lagi pula, ia sudah tahu dan menduga jawabannya. Jika, bukan Rendy maka Ujang. Daffa hanya benar-benar dekat dengan dua orang itu.
Tidak ada percakapan lagi setelahnya. Amelda tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas pagi ini.
"Daf, ada yang mau gue omongin."
"Apa itu?"
"Masih sama, kok. Yang kayak mau gue omongin, pas malam kemah waktu itu."
"Oh itu." Memori Daffa kembali mengingat kejadian singkat tersebut. "Maaf, gue pergi mendadak dan belum sempat dengerin omongan lo."
"Nggak apa-apa." Amelda tidak ambil pusing. Ia tersenyum lembut. "Makanya, gue mau ngomong di sini aja."
"Silahkan!"
"Semoga nggak membebani lo, ya, Daf. Kalau sebenarnya, gue mau confess perasaan gue ke lo. Gue sudah suka sama lo dari kelas sepuluh," akui Amelda berdebar-debar, tapi ia juga merasa lega.
Daffa diam. Tidak memberi jawaban apapun selama beberapa detik.
Pandangan mereka berdua beralih, pada teriakan kencang yang ditujukan untuk Amelda.
"Mel!" panggil Miranda dari kejauhan.
Gadis bertubuh jenjang itu, langsung menoleh dan waspada. Tidak ingin Miranda mengetahui aksi confess yang ia lakukan diam-diam, Amelda mengatur siasat.
"Nanti aja lo jawabnya, gue duluan, Daf." Amelda menepuk pelan pundak Daffa. Memutar arah, menghampiri sang sahabat.
Ekor mata Daffa bergerak singkat ke arah Amelda yang sedang berjalan beriringan dengan Miranda. Dua gadis itu sudah berjalan jauh di depannya.
"Amelda suka gue?" batin Daffa tidak ambil pusing. Ia tidak menyangka akan mendengar pengakuan gadis itu di saat-saat seperti ini.
Andai, Amelda tidak buru-buru pergi. Daffa bisa saja, memberikan jawaban atas pernyataan itu cepat, tanpa perlu menunggu besok atau kapan-kapan.
Tas bercorak awan itu menyita perhatian Daffa. Tubuh ramping pemilik tas itu, berjalan melewatinya begitu saja.
"Cinta!" panggil Daffa menyusul Cinta, langkah kakinya menyeimbangi langkah kecil Cinta. Hingga mereka berjalan beriringan. "Gue nungguin lo, loh. Malah ditinggalin."
Cinta menoleh singkat ke arah Daffa dan sedikit mendongak. "Cinta lihat, tadi Daffa ngobrol asik banget sama Amelda. Bicarain apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED)
Fiksi PenggemarSeperti semesta yang mempertemukan dua insan berbeda, menyatu dalam langit dan hangatnya mentari. Apa semuanya dapat berubah, jika Daffa tidak bertemu Cinta hari itu? Dunia Cinta berubah jadi lebih menarik, sejak pertemuannya dengan pria menawan be...