34 • Kutub Es Cair

230 39 18
                                    

~ Kamu hadir, membawa cahaya cerah yang penuh warna ~

•••

Tubuh Daffa didorong paksa masuk ke dalam restoran oleh Cinta. Daffa tidak mengerti, namun ia tetap menurut.

"Daffa, di sini!" Sebuah tangan terangkat ke udara, memperlihatkan wajah cantik dengan dua lesung pipit khas tersenyum padanya.

Tidak banyak bicara, Daffa menarik kursi dan duduk di depan wanita itu.

"Ini ...." Kamila menyodorkan map coklat, yang berada di atas meja pada Daffa.

"Apa ini?" tanya Daffa bingung.

"Saya dengar kamu nyewa rumah, karena rumah peninggalan Mbak Bulan dijual sama Papa.

"Bukan urusan, Tante!" ketus Daffa, memutar bola mata malas. Namun, ada perasaan berkecamuh dalam hatinya.

"Saya meminta teman saya untuk membeli rumah itu, dan di dalam map ini adalah surat pembelian lengkapnya. Daffa bisa menyimpannya. Anggap ini kado saya, untuk hadiah ulang tahun kamu yang ke-20 tahun nanti."

Daffa menatap map itu kosong, lalu mendongak pada Kamila. Membuang muka pada dinding kaca di sisi kini. Daffa tersenyum, pada gadis cantik yang tengah duduk dan menunggunya di luar.

"Kenapa Tante tidak jujur sama Daffa?" tanya Daffa meminta jawaban.

"Jujur tentang apa?"

"Bahwa ... Tante nggak pernah merebut Papa dari Mama."

"Daffa, soal itu, bagaimana bisa ---?"

"Aku dengar percakapan kalian hari itu."

Saat menjemput Cinta beberapa hari yang lalu di kediaman Erwin. Daffa tidak tega, untuk menarik paksa Cinta keluar dari dalam sana.

Gadis itu, terlihat sedang asik bertukar cerita dengan kedua orang tua Starla. Daffa hanya bisa diam dan mengawasi sang kekasih.

Saat percakapan itu terus bergulir sepanjang waktu, sebuah rahasia terkuak. Mengungkap kesalahpahaman yang Daffa anut dengan kuat dalam jangka waktu lama.

"Maafin saya, Daffaaa ...." Kamila meraih tangan Daffa lembut. Benar-benar merasa bersalah pada bocah kecil yang dulu sering menempel padanya.

Melihat Daffa tumbuh dewasa, membuat perasaan Kamila pada Daffa juga bertumbuh. Daffa sudah seperti anak sendiri baginya.

"Daffa yang salah, kok. Maaf, Tante. "

•••

Hujan turun dengan deras. Daffa suka cuaca hari ini, namun lebih suka dengan gadis yang duduk di depannya sambil menyalakan lilin.

"Selamat hari jadi Cinta dan Daffa yang ke-satu bulan! Yeeey!"

Daffa tersenyum lebar, merekam moment berharga itu dari ponselnya.

"Ayo, Daffa, tiup lilin!"

Meletakan ponselnya yang terus merekam, Daffa bergerak ke belakang tubuh Cinta. Memeluk pacar mungilnya itu. Berhitung sampai tiga, menghembuskan udara dari mulut, berhasil membuat lilin-lilin itu padam.

Daffa kembali ke tempat duduknya. Cinta memotong kue dan menyuapi Daffa. Begitupun sebaliknya, dua insan itu seperti maniak kasih yang terus jatuh cinta tiap harinya.

"Gue dengar dari Papa, lo kemarin jalan sama Tante Kamila dan Starla?" tanya Daffa membuka percakapan, ia menyuguhkan mie goreng udang yang terlihat nikmat di atas meja.

"Hm, iya." Cinta mengambil sendok dan garfu. Tidak sabar lagi, untuk mencoba masakan Daffa yang tidak pernah mengecewakan.

Cinta bertanya-tanya, apasih yang Daffa tidak bisa?! Sang pacar mahir dalam segala hal. Sungguh, membuat iri.

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang