27 • Kartu As

258 45 25
                                    

~ Hanya satu sisi yang terlihat di balik sisi yang lain ~

•••

"Lo ngaku deh! Gue lihat pakai mata kepala gue sendiri!"

Tersudut.

Begitulah situasi saat ini, Miranda mendorong bahu Aria kasar hingga jatuh di atas alas tenda.

Di sisi lain, seorang gadis cantik berwajah cantik hanya bisa menghela napas. Tidak ingin memperkeruh suasana apalagi beberapa orang sedang berkumpul di depan tendanya untuk mencari tahu apa yang terjadi.

"Gara-gara lo, nama Amelda jadi nggak baik. Orang-orang pasti mikirnya, kalau Amelda yang ngelakuin itu!" teriak Miranda melampiaskan kekesalannya. Sikap Aria benar-benar tidak tertolong. Mewakili Amelda yang tidak mungkin marah, Miranda puas mengumpati Aria sesuka hatinya.

"Miranda, udah. Suara lo bikin orang-orang berkumpul di depan tenda," kata Amelda mencoba melerai, jika lebih lama dibiarkan mungkin Miranda akan main tangan. Menyentuh lembut pundak sang sahabat, Amelda menatap Miranda hangat. "Lo bisa keluar bentar nggak, gue mau ngomong berdua sama Aria. Dan, kalau lo keluar usir mereka dari depan tenda."

Miranda mengangguk paham. Lagi pula bukan kuasanya untuk memarahi Aria, saat orang yang harusnya lebih berhak tidak menginginkan hal tersebut. Ia keluar dari dalam tenda, sekaligus membubarkan orang-orang kepo yang tengah menguping.

"Apa lo nguping pembicaraan gue, Shasa dan Jennie soal makanan pedas itu?" tanya Amelda berjongkok untuk menyamai posisi Aria yang lebih rendah darinya.

"Iya, kenapa? Gue sengaja mau nyelakain Cinta." Aria menjawab kesal. Lagi pula ia sudah dipermalukan, dan tindakan jahatnya ketahuan. Apa lagi yang harus ditutupi?

"Gue dengar lo dan Cinta sering berantem di kelas?" tanya Amelda ingin tahu. Meskipun, ia sudah tahu jawabannya. "Hmm, sebenci apa lo sama dia?"

Aria tersenyum sinis, menatap Amelda tidak suka. "Gue benci banget sama dia." Meski demikian, Aria merasa bahwa Amelda berada di perahu yang sama dengannya. Amelda jelas menyukai Daffa, tapi Cinta selalu menganggu cowok itu. Pasti Amelda juga membenci Cinta seperti dirinya. "Gue nggak mau lagi ngelihat wajah Cinta di Smartly! Lo juga sama, kan?"

Amelda tertawa kecil. Tidak menyangka dengan pertanyaan Aria. Ternyata begitu, pandangan orang lain tentang dirinya terhadap Cinta.

"Dilihat-lihat, hape lo keluaran terbaru dan mahal. Apa, ini hape ganti rugi dari Cinta? Kayaknya lo juga nggak puas sama hukuman skorsing satu minggu buat Cinta."

"Harus banget, ya, gue jawab!"

"Iya, harus." Amelda tersenyum, kepalanya mendekat ke arah Aria. Amelda berbisik pelan dengan senyuman kecil. "Karena gue harus punya sesuatu untuk ngancam lo. "

"Lo!" Aria berteriak, namun Amelda secepat kilat membungkam mulutnya.

"Gue rekam suara dan pengakuan kalau lo udah jahatin Cinta di sini." Amelda mengeluarkan ponsel dalam sakunya. Mematikan benda yang tengah merekam itu. "Kalau lo berulah lagi atau nyakitin dia, bye-bye. Gue pastikan hidup lo nggak akan baik-baik aja!"

"Lo ngancam gue?"

"Gue memberikan tawaran. Sebelum rekaman suara ini gue kirimkan ke mamanya Cinta." Amelda mengusap pelan rambut Aria, lalu tertawa kecil. "Mungkin yang terjadi, Ayah lo bakal diusir dari perusahaan orang tua Cinta, dan lo nggak bisa kuliah. Bahkan, lo bisa masuk jeruji besi karena kejahatan yang sudah lo lakuin. Lo tahu, kan ... seberapa berkuasanya orang kaya?"

"Apa hubungan lo sama Cinta, kenapa lo ngebela dia?!"

"Gue nggak ngebela dia atau siapapun. Tindakan lo bego dan salah, bahkan bisa merugikan gue. Satu lagi, lo bebal juga, ya. Setelah menghadapi mamanya Cinta, nyali lo cukup gede juga untuk buat Cinta hampir celaka hari ini. Anggap ini peringatan, dan gue akan awasi gerak-gerik lo!"

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang