28 • Sederhananya

258 43 24
                                    

~ Sederhananya, aku mulai merindu ~

•••

"Gimana kemahnya?" Natalia menyambut kepulangan Cinta. Memeluk putri semata wayangnya itu, melepaskan kerinduan.

"Lumayan, Bun." Cinta terlihat lelah.

"Capek, ya? Kamu mandi terus istirahat. Bunda ada acara di kantor sampai malam. Kamu kalau perlu apa-apa atau mau makan sesuatu bilang sama Bi Isna aja."

"Iya, Bun."

Cinta berjalan lemah menuju kamarnya, keringat dingin membanjiri kening.

Cinta tidak pernah mengikuti kemah sebelumnya. Tapi, kemah pertamanya benar-benar menguras tenaga dan membuat seluruh tubuh Cinta kelelahan total.

Tiba di dalam kamar, Cinta meletakan ransel asal dan melemparkan tubuhnya ke atas kasur empuk itu.

Menatap langit-langit kamar, Cinta menarik napas panjang. Tangan kiri Cinta bergerak untuk memijit tangan kanannya yang terasa nyeri.

Napas Cinta memburu, suara napasnya terdengar nyaring. Cinta menoleh ke atas nakas, meraih botol obat-obatannya.

"Apa Cinta kambuh lagi?"

Beberapa menit setelah meneguk obat-obatan itu, Cinta merasa udara menepis di sekitar, jantungnya berdetak cepat, dengan pandangan mulai berkunang-kunang.

Masih sadar, Cinta beranjak dari kasur, membuka pintu kamar dan berjalan perlahan untuk meminta bantuan.

"Bi Is-na ...."

"B-i-bi ...."

"Bi ...."

"Non, Cinta!" teriak Bi Isna melihat Cinta berdiri di lantai atas, berpegangan pada besi pegangan tangga.

"Bi, Cinta ...."

"Non, tunggu di situ. Saya telepon Ibu dan Dokter Verdhana dulu!"

Mendengarkan saran Bi Isna, Cinta berdiri dan membenamkan kepala pada tembok di depannya.

Di saat seperti ini, kala penyakitnya kambuh sewaktu-waktu. Cinta sungguh kesakitan, ia merasa ajal akan datang padanya cepat atau lambat.

"Non Cinta!" panggil Bi Isna lagi.

Kepala Cinta menyembul dari balik tembok. Ia tersenyum ke arah Bi Isna dan Pak Anto yang sedang berdiri di belakang wanita paruh baya itu.

"Bi, Cinta udah nggak kuat lagi ...."

Saat Bi Isna menaiki tangga untuk menyusul Cinta. Cinta yang berdiri di lantai atas, salah berpijak dan kehilangan keseimbangan.

"Non Cinta!" teriak Bi Isna kaget, saat melihat tubuh Cinta terguling di tangga dan terhenti di salah satu anak tangga, saat tangan Cinta berhasil meraih pembatas besi dan menahan tubuhnya.

Menyusul Bi Isna, Pa Anto bergegas membopong tubuh ringan Cinta yang masih sadarkan diri, namun sudah terlihat lemah dan pucat.

"Ayo, Pak. Kita ke rumah sakit. Dokter Verdhana sudah menunggu," kata Bi Isna sambil mengekori Pak Anto.

•••

Mata Daffa memperhatikan kursi kosong yang terletak paling pojok belakang. Sudah lima hari pemilik kursi itu tidak terlihat hilalnya.

Terakhir kali, Daffa bertemu Cinta saat perkemahan 'last night'. Setelah itu, bahkan sampai hari ini, tidak ada lagi pertemuan.

Cinta menjadi siswi yang paling sering absen tanpa kabar yang jelas. Membuat Daffa khawatir, apa gadis itu baik-baik saja?

Apa Kabar, Cinta? (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang