Semua kebetulan yang Cetta lakukan aneh dan Senja kini tak dapat menyangkalnya begitu saja. Senja mengira jika interaksi mereka di depan indekos adalah yang kali terakhir. Itu juga yang menjadi alasan kenapa Senja mengabaikan sapaan Cetta. Namun semesta atau mungkin ketidakberuntungannya mempunyai cara lain untuk membuat keduanya saling bersinggungan. Cetta telah menyelamatkannya dari kejadian yang sangat tragis yang dapat mengakhiri hidupnya dan kini Senja tak dapat mengabaikan Cetta begitu saja. Senja akan terlihat sangat tak tahu diri jika melakukannya.
"Chat aja udah. Kan beres."
Senja mendengus mendengar saran Anin itu ketika mereka ada di kantin. "Nggak semudah itu, Nin."
Anin mengunyah suapan soto yang baru masuk ke mulutnya lebih dulu. "Gampang kali. Sini hape lo, biar gue yang ketik."
"Nggak usah ngaco ya. Lo nggak tahu gimana sikap gue sebelum ini ke dia."
Dengan sangat sengaja Anin memutar bola matanya ke atas dengan kesal. "Lo sih, pakai acara nyuekin anak orang segala. Udah tahu ditolongin malah nggak tahu diri."
Ucapan itu sama sekali tak dapat Senja bantah, namun tetap saja dia kesal. Harusnya sebagai teman yang baik Anin setidaknya memberikan saran masuk akal yang membuat Senja dapat bertemu dengan Cetta. Sangat aneh bagaimana Senja tak dapat menemukan Cetta padahal beberapa hari yang lalu dengan mudahnya Senja bertemu dengan lelaki itu di lobi gedung fakultas.
"Lo sama sekali nggak membantu."
"Lah, baru sadar? Dari pada lo curhat ke gue, mending lo datengin anaknya langsung ke tempatnya."
"Ke rumahnya?"
"Kosannya."
"Dia bilang nggak ngekos, tapi sengaja beli rumah deket area kampus."
Senja tidak tahu apa ucapannya memang semengejutkan itu. Walau sempat kaget Cetta mampu membeli sebah rumah di kota Binarkarta yang terhitung mahal namun Senja tak menyangka jika Anin akan meresponnya dengan tersedak heboh. Anin terbatuk dengan heboh dan buru-buru meraih es teh sambil memukul-mukul dada pelan. Tak lama kepalanya mendongak dan menatap dengan wajah tidak percaya.
"Beli rumah?!"
"Nggak biasa, kan? Gue juga kaget waktu pertama tahu."
"Anjrit! Kaya dong berarti si Cetta ini."
Pandangan Senja berubah jadi tak enak. "Ng ... emang kenapa gitu?"
"Pepetlah! Dari pada lo jomblo terus begini."
"Duh, kayaknya gue milih salah orang buat curhat. Harusnya yang gue telepon tadi si Ferna, bukannya lo."
Ucapan itu justru membuat Anin terkekeh. "Bercanda, Ayang. Jangan serius-serius amat. Sini gue bantu."
Senja sempat bingung dengan ucapan Anin, apa lagi ketika temannya itu mengangkat salah satu tangan dan melambai. Otomatis Senja jadi ikut menoleh ke belakang dan melihat keberadaan Mirza yang baru saja masuk ke kantin sambil gandengan dengan pacarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT
FantasyYou're the most beautiful flower that I found at the dusk ××× Senja, nama yang begitu indah. Siapapun yang mendengar nama itu pasti akaneringat pada langit sore yang dihiasi emburat jingga, kuning, dan kemerahan yang indah. Nama yang mengingatkan p...