Jantung Cetta berdetak kencang tanpa terkendali dengan peluh yang membanjiri pelipis dan dahi. Sebisa mungkin Cetta berusaha untuk menenangkan diri, mengatakan pada diri sendiri jika semua akan baik-baik saja, dan Senja akan baik-baik saja. Tapi sekeras apapun berusaha tubuh Cetta tetap gemetar hebat, membayangkan apa yang terjadi di kilasannya sedang terjadi pada Senja.
TIDAK!
Bagaimana pun caranya Cetta tidak akan membiarkan hal menjijikkan itu terjadi pada Senja.
Beruntungnya sebelum Cetta benar-benar kehilangan kesabaran mobilnya pada akhirnya berhasil memasuki pekarangan indekos Senja. Suasana ramai dan tampak menyenangkan di depan, namun itu tidak terjadi padanya, atau pada Senja. Begitu turun dari mobil Cetta dengan cepat segera berlari ke arah pintu dimana sekelompok gadis sedang duduk di selasar.
Ada satu wajah yang cukup Cetta kenal dan gadis itu menyadari kehadirannya serta bersiap berdiri untuk menyambut. Cetta mengingatnya dengan nama Anin. Nama yang cukup sering didengarnya dari Senja dan pernah beberapa kali terlihat di kampus.
"Apa Senja udah lama di kamarnya?" Di tengah napas yang memburu Cetta berusaha untuk menjaga nada suaranya walau sepertinya tidak berhasil.
Anin mengerutkan kening. Tentu saja siapa yan tidak akan bingung saat didatangi orang yang begitu terburu-buru menanyakan sesuatu.
"Kayaknya sih ada, entah rebahan atau nggak tidur. Mau gue panggil—"
Dan Cetta sama sekali tak memilki waktu untuk itu. "Apa Senja udah lama di kamarnya?"
"Ap—apa?"
"Apa—Senja—udah—lama—di—kamarnya!"
Cetta sengaja memberi penekanan di setiap kata, tidak peduli dengan wajah tersinggung yang Anin tunjukkan. Semuanya terasa tidak penting sekarang, karena demi apapun Cetta perlu memastikan Senja baik-baik saja. Meski kesal Anin pada akhirnya menjawab dengan nada yang tajam.
"Dari habis sarapan dia di kamar. Memang ada—"
Anin sama sekali tidak diberi kesempatan untuk menyelesaikan kata-katanya karena Cetta sudah lebih dulu berlari masuk ke pintu utama. Anin dan beberapa penghuni kos lain dibuat melongo dengan tindakan spontan Cetta. Namun, tidak lama dengan segera Anin segera sadar apa yang baru saja terjadi.
Dengan buru-buru gadis itu berlari mengikuti langkah Cetta diikuti dengan penghuni kos lain. Sebagian penghuni kos lain memilih untuk berbelok ke rumah pemilik kos. Melaporkan jika ada laki-laki yang menerobos masuk ke kosan putri mereka.
"Heh! Berhenti nggak lo!"
Sayangnya suara Anin tidak cukup mampu menghentikan Cetta yang sudah melangkah menuju lantai dua. Langkahnya lebar dan membuat segerombolan gadis di belakang ngos-ngosan sendiri mengikuti langkahnya.
Cetta menulikan telinga dan semakin mempercepat langkah. Lantas saat sampai di depan pintu dengan nomor dua puluh Cetta berhenti sejenak. Napasnya begitu memburu dan dengan jelas Cetta bisa merasakan peluh yang membasahi seluruh tubuhnya. Jemarinya dengan gugup meraih gagang pintu, dan seperti apa yang terjadi dalam kilasannya laki-laki bernama Ravi itu mengunci pintu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT
FantasyYou're the most beautiful flower that I found at the dusk ××× Senja, nama yang begitu indah. Siapapun yang mendengar nama itu pasti akaneringat pada langit sore yang dihiasi emburat jingga, kuning, dan kemerahan yang indah. Nama yang mengingatkan p...