"Lakukan seperti apa yang aku katakan dan biarkan gadis itu berpikir. Aku yakin gadis itu pasti mengerti bagaimana takdir seharusnya berjalan dari pada kekasihnya yang keras kepala itu."
Sandra mendengarkan instruksi itu dengan baik meski dalam benaknya masih tak percaya dengan apa yang dialaminya. Beberapa hari ini entah ini sesuatu yang bisa dibanggakan atau tidak, namun kamarnya menjadi tempat nongkrong malaikat maut. Wajah Draco—nama malaikat maut itu—masih terlihat kesal pasca bercerita telah melihat Cetta dan Senja sedang berduaan menatap hujan dengan mesra seakan mereka berdua tidak menyalahi takdir. Bagi Sandra hal itu biasa saja, tapi ternyata mampu membuat Draco kesal bukan kepalang.
"Jadi saya cuma perlu bicara soal takdir gitu?"
"Kalau perlu gunakan cerita tentang cinta pertamamu yang dramatis itu."
Sandra benar-benar hampir berdecak kesal mendengar itu. Bisa-bisanya malaikat maut ini membahas cinta pertamanya yang bahkan masih membuatnya menangis. Untungnya Sandra ingat betul siapa yang ada di hadapannya saat ini. Salah bicara sedikit saja Sandra bisa menyusul nenek moyangnya di akhirat jika menyinggung Draco.
"Cuma itu saja, kan?"
"Iya."
Draco yang sejak tadi duduk di ujung ranjangnya—yang membuat Sandra harus rela duduk di lantai akhirnya berdiri. Sebenarnya Sandra bisa saja duduk di samping Draco, namun tetap saja ada ketakutan hanya dengan memikirkan 'duduk bersama malaikat maut'. Lagi pula bagaimana bisa Sandra terduduk di samping Draco jika sosok itu saja tak hentinya membuat wajah kesal.
"Tapi bukannya kalau cuma gitu aja harusnya kamu juga bisa?"
Mendengar itu Draco langsung berdecak kesal. "Kalau cara itu berhasil sudah pasti aku tidak akan di sini sekarang."
Baiklah, ini salah Sandra. Bibir Sandra terlipat rapat dan tak berani untuk mengatakan apapun. Meski masih tak mengerti kenapa dirinya harus dilibatkan, tapi sepertinya Sandra tak punya pilihan selain menurut. Lagi pula Sandra hanya perlu bicara tentang takdir, kan? Dan meski Draco sudah mengatakannya, tapi Sandra akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak menyinggung tentang cinta pertamanya yang kini hanya bisa diingatnya lewat kenangan di relung hatinya.
Karenanya menjelang jam tujuh malam alih-alih ada di kamar untuk belajar Sandra sudah siap untuk keluar rumah dengan payung yang sudah terbuka karena sedang hujan. Bukan hujan deras yang membuat genangan dimana-mana, tapi gerimis tipis yang tetap mampu bikin basah jika berdiri di bawahnya terlalu lama.
Draco bilang Senja akan pergi ke minimarket untuk membeli sesuatu karenanya usai pamit ke mama, Sandra segera berjalan ke tempat yang sama. Lagi pula kesempatan ini juga bisa Sandra gunakan untuk beli beberapa jenis jajan sekaligus untuk membuat alasan. Tak mungkin juga Sandra menggunakan alasan bermain genangan di malam hari seperti ini.
Beruntungnya yang meminta bantuan padanya adalah malaikat maut yang dapat memberikan informasi dengan akurat. Saat akan membayar ke kasir Sandra melihat Senja baru saja melangkah masuk minimarket. Sendirian saja, sangat sesuai dengan apa yang Draco katakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT
FantasyYou're the most beautiful flower that I found at the dusk ××× Senja, nama yang begitu indah. Siapapun yang mendengar nama itu pasti akaneringat pada langit sore yang dihiasi emburat jingga, kuning, dan kemerahan yang indah. Nama yang mengingatkan p...