Pada akhirnya Senja setuju dengan tawaran Cetta untuk tinggal bersama. Untuk sementara ini memang hal yang terbaik walau Senja tahu tak mungkin mereka tinggal bersama dalam waktu yang lama. Cetta sendiri pun tak membahas tentang berapa lama, namun karena demi keamanannya, Senja tak memiliki apapun untuk dibantah. Hal yang membuat Senja mengutuk keadaan adalah sampai kapan Senja akan berada dalam situasi di ambang kematian semacam ini.
"Jadi ... lo bakal ambil semua barang lo dari kosan?"
Tanya itu terucap dari Anin saat Senja dan Ferna sedang ada di kantin. Kejadian yang cukup langka dimana mereka bertiga tak memiliki kelas secara bersamaan di siang hari seperti ini. Harusnya Senja dapat menikmati waktu dengan dua temannya ini, namun alih-alih itu Anin justru membawa obrolan tentang Cetta. Tentang rencananya untuk tinggal bersama demi keselamatan Senja. Semakin dalam obrolan mereka justru membuat Senja semakin ragu dengan keputusannya.
Namun ini untuk kebaikannya sendiri, untuk keselamatannya.
Ya, itu benar.
"Kayaknya iya, tapi nggak bakal sekaligus."
"Kenapa?"
"Biar nggak ketahuan sama anak kos lain. Masa gue harus jawab jujur."
Iya, akan lebih mudah jika seandainya mereka memiliki hubungan romantis karena itu bisa Senja jadikan alasan, namun kenyataannya tak seperti itu. Dan lagi kini Senja juga harus menghadapi tatapan ragu Anin dan Ferna yang Senja mengerti kenapa. Keduanya sama sekali tak tahu menahu tentang kejadian sial yang melibatkan kematian akan urung jika dirinya bersama dengan Cetta, namun Senja juga tak ingin menceritakan kejadian sial lainnya atau semua hal yang membuat itu terjadi.
"Dimengerti. Jadi gue nggak bisa ngerumpi dong sama lo pas bikin mie?" Ferna terlihat tidak begitu ikhlas tapi akhirnya hanya bisa menghela napas.
"Tapi gue doain semoga lo jadi sama adik tingkat yang ini. Kayaknya dia pas buat lo. Dilihat juga kalian serasi. Iya nggak, An?"
Tanpa tahu Anin mengangguk. "Iya, mana kaya lagi."
Jawaban itu lagi-lagi membuat Senja memutar bola mata ke atas. Semua orang memang menyukai uang, begitupun juga dengan Senja. Akan tetapi bagaimana bisa Senja bisa salah fokus dengan hal itu saat dirinya kini dikejar oleh maut?
"Udahlah, gue ke kelas dulu."
"Bukannya masih lama kelas lo?"
Senja menoleh ke arah Ferna. "Iya, cuma mau ngadem aja gue."
Tak lama Senja keluar dari kantin, berjalan menuju gedung fakultasnya. Keadaan masih cukup ramai di lobi, hingga saat Senja akan menapaki tangga sebuah suara yang familiar terdengar.
"Cetta, kan?"
Itu suara Fabian. Tapi ... Kenapa menyebut nama Cetta?
Langkah Senja seketika terhenti dan dengan kilat menyentakkan kepala ke arah sumber suara. Dengan mata memicing Senja dapat melihat dua laki-laki tinggi yang berdiri di sebuah laboratorium. Senja mengenalinya sebagai Cetta juga Fabian yang sama-sama indah dengan cara berbeda. Dari balik tembok memang saat ini Senja hanya dapat melihat Cetta, namun tanpa keraguan dia yakin jika itu tadi adalah suara Fabian. Wajah Cetta terlihat tak nyaman sekarang, mungkin karena gugup atau canggung karena Senja dapat melihat Cetta meremas tali tasnya dengan kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT
FantasyYou're the most beautiful flower that I found at the dusk ××× Senja, nama yang begitu indah. Siapapun yang mendengar nama itu pasti akaneringat pada langit sore yang dihiasi emburat jingga, kuning, dan kemerahan yang indah. Nama yang mengingatkan p...