|| 37 || memories

20 5 1
                                    

The aches in my arms still surprise me, even years after letting you go

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The aches in my arms still surprise me, even years after letting you go.

—Pillow thought

Apa kehilangan rasanya memang sesakit ini?

Ada sesuatu tak kasat mata yang menyakiti dadanya di setiap Cetta menarik napas. Cetta sama sekali tak peduli dengan bajunya yang banyak berlumuran darah. Tak peduli juga bagaimana banyak orang yang berlalu lalang menganggapnya aneh. Mungkin kepala mereka berpikir sangat aneh melihat seorang laki-laki terduduk di kursi tunggu dengan wajah kosong dengan baju berlumuran darah.

Biarkan gadis itu menghadapi takdirnya dengan apa adanya.

"Cetta."

Cetta yang sejak tadi memandang lurus ke depan dengan kosong menoleh. Di sampingnya ada Mirza yang terlihat sama lelahnya dengannya. Bedanya temannya itu masih terlihat lebih manusiawi tanpa jejak darah dimana-mana.

"Gue lagi pingin sendiri," ujarnya sambil kembali menatap ke depan.

"Ada seseorang yang mau ngomong sama lo."

"Gue bilang—"

"Bokapnya Senja."

Kata itu membuat Cetta menoleh lagi untuk mendapati seorang pria paruh baya berwajah familiar. Pria itu jelas sama sedihnya dengan dirinya, atau bahkan luka yang ditinggalkan Senja justru lebih besar dari miliknya. Katanya kehilangan seorang anak adalah hal yang paling menyakitkan bagi setiap orangtua.

"Nggak apa-apa. Om ngerti keadaannya."

Tak lama papi Senja mengisi kekosongan di samping Cetta. Ikut menatap ke depan pada lalu-lalang orang yang memiliki kesibukan sendiri. Ada hela napas berat yang berkali-kali lelaki paruh baya itu lakukan hingga akhirnya Cetta merasakan tepukan di bahunya.

"Pulang. Kamu butuh mandi dan ganti baju."

"Saya nggak bisa ninggalin Senja begitu saja."

"Urusan di sini biar Om yang handle. Kamu butuh istirahat. Pulang, oke? Om ngerti kamu sedih, karena Om dan maminya Senja juga merasakan hal yang sama. Om yakin Senja nggak akan suka melihat kamu begini."

Dada Cetta berat mendengarnya. Apa benar Senja tak akan suka melihatnya seperti ini? Lalu jika memang begitu kenapa gadis itu pergi meninggalkannya? Harusnya Senja tetap bersamanya maka hal seperti ini tak akan mungkin terjadi.

"Om."

"Iya. Apa, Nak?"

"Maaf, karena nggak bisa jaga Senja." Cetta berusaha menjaga suaranya tak bergetar walau semua usahanya sia-sia. Kesedihan itu tetap ada, sama seperti kekosongan yang Senja tinggal yang tak mungkin terisi kembali.

"Nggak ada yang perlu dimaafkan, Cetta. Om jutsru harus berterimakasih sama kamu karena sudah menjaga Senja. Selama ini saya selalu menganggap kalau saya bukan ayah yang baik buat Senja. Saya nggak bisa memberikan keluarga sempurna sama anak saya, tapi saya nggak mengira semuanya akan dibalas dengan kepergian Senja yang mendahului saya. Kalau ada orang yang harus minta maaf, itu bukan kamu, tapi saya dan maminya."

FORGET ME NOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang