"Pasti akan ada konsekuensi atas pilihan Cetta dan lo udah tahu jelas kalau konsekuensinya cewek itu yang bakalan nerima."
Cetta ingin menyanggah apa yang baru saja Apollo katakan, namun dia tidak bisa. Apa yang Apollo katakan benar, tapi pasti ada satu alasan kenapa kilasan tentang Senja yang hampir di jemput maut selalu datang padanya, seperti kata Mirza. Sama halnya dengan bagaimana Senja melihat burung gagak sebagai pertanda kematiannya, tapi—apa alasan itu?
"Gue tahu, tapi—"
"Tapi apa?"
"Gue rasa gue suka sama dia," ujarnya lirih.
Apollo hanya mengangkat bahunya, sama sekali tidak terlihat kaget atau terkesan. Sesuatu yang mengejutkan karena seingatnya Cetta tidak pernah membicarakan Senja dengan cara seperti seseorang yang sedang jatuh cinta.
"Lo tahu?"
"Hm, mungkin karena dia cewek pertama yang nginep di sini? Lo nggak mungkin nerima dia di rumah ini di saat biasanya lo mencarikan seseorang solusi tanpa melibatkan diri lo lebih banyak."
Cetta bahkan tidak sadar soal mencarikan solusi, tapi sepertinya itu benar. Karenanya Cetta tidak memberi sanggahan apapun dan merebahkan tubuh di atas kasur. Cetta kembali merebahkan dirinya di atas sofa, meski saat ini tak data melakukan apapun, tapi semoga saja Senja yang sedang bertemu dengan papinya yang suah cukup lama tinggal di luar negeri. Lewat kilasan Cetta bisa melihat Senja tak hanya dijemput oleh seorang pria yang memiliki banyak kemiripan dengan Senja sendiri, namun juga seorang wanita. Bukan maminya, jadi kemungkinan adalah ibu tirinya atau mungkin juga tidak. Namu apapun itu Cetta setidaknya sedikit lega karena Senja mengatakan akan memberitahu jika sudah sampai kosan.
Ada hal yang sejujurnya terus mengganggu Cetta. Apa semuanya akan baik-baik saja? Apa tidak masalah membiarkan Senja tinggal di kosan seolah tidak terjadi apa-apa? Karena malaikat maut itu sendiri yang dengan ceroboh mengatakan jika kilasan maut yang akan mendatangi Cetta selalu datang saat jarak keduanya berada cukup jauh. Cetta hanya khawatir jika saja kilasan itu datang lagi dan dirinya berada di tempat yang jauh dan tak mampu meraih gadis itu.
Cetta takut akan terlambat.
"Gue ke halaman belakang."
"Ngapain?"
Cetta berdiri dan bersiap berjalan. "Mau nyiram tanaman. Gue rasa itu lebih baik dari pada gue terus-terusan duduk dan mikir yang nggak-nggak."
Ya, karena Cetta yakin Senja akan baik-baik saja. Lagi pula gadis itu sudah berjanji dan seharusnya Cetta percaya. Sama seperti bagaimana Senja percaya akan janjinya. Karenanya Cetta benar-benar berusaha untuk tenang saat sedang sibuk menyiram tanaman. Pikirannya mencoba fokus dengan banyak kuncup bunga yang akan mekar. Apollo sendiri tidak tertarik untuk mengikuti, karena baginya hal paling membosankan yang ada di rumah ini adalah memperhatikan Cetta mengurusi kebunnya. Tak masalah, karena itu berarti Cetta tidak perlu meladeni ucapan Apollo sembari dirinya memastikan menyirami setiap tanaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORGET ME NOT
FantasyYou're the most beautiful flower that I found at the dusk ××× Senja, nama yang begitu indah. Siapapun yang mendengar nama itu pasti akaneringat pada langit sore yang dihiasi emburat jingga, kuning, dan kemerahan yang indah. Nama yang mengingatkan p...