Dua Puluh Dua

587 99 46
                                    

"Brengsek!" Arina buru-buru menampar wajah Sagara setelah sebelumnya ia meminta Shenina dan pegawai butik untuk meninggalkan mereka berdua di ruang ganti.

Tidak tahan. Arina bersikeras untuk meluapkan emosinya yang sejak dulu ia tahan.

"Lo sengaja mau bikin gue marah ya?!" Ujar Arina, tidak peduli lagi dengan apakah suaranya akan terdengar dari luar atau tidak.

"Kenapa? Gara-gara gue bawa pacar gue? Lo cemburu?"

"Brengsek!!!" Ujar Arina lalu menampar pipi Sagara sekali lagi.

"Arina stop it!" Sagara mencengkeram lengan Arina dengan kuat, wajahnya memerah, begitu juga dengan wajah Arina yang sudah tidak tahan lagi dengan semuanya.

"Rin, lo nggak berhak cemburu, kita ini cuma dijodohin rin, inget."

"Bangsat emang siapa yang cemburu?! Gue nunggu disini hampir 3 jam Sagara, lo nggak pernah bales chat gue nggak ngabarin atau apa, lo bikin gue nunggu tiga jam tanpa kepastian dan lo dateng sama pacar lo seakan lo nggak salah apa-apa lo tu anjing tau nggak!"

"Ya lo tau gue anjing kenapa lo masih mau nikah sama gue?!"

"Sagara lo.....aarrrgh lo tu nggak tau!!!" Arina mengacak rambutnya, frustasi. Air mata sedikit mengucur dari sudut mata Arina yang buru-buru diusapnya karena Arina nggak mau terlihat lemah di hadapan Sagara.

"Makanya jelasin Arina. Gue nggak mau jadi orang jahat dengan nggak tau isi hati lo, makanya lo kasih tau gue, jangan seenaknya begini." Kata Sagara.

Arina hanya terdiam, mengusap air mata di wajahnya berkali-kali. Kacau. Kacau. Hari ini sudah sangat kacau. Arina nggak tahan lagi.

Dengan sedikit tergesa, Arina berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan Sagara yang mematung diam.

______

"Kamu nggak anter Arina pulang?" Tanya Shenina ketika ia dan Sagara sudah ada di dalam mobil, hendak meninggalkan butik. Diam-diam Shenina mengamati Arina yang terduduk sendirian di kursi kecil di depan butik, menunggu kendaraan yang akan menjemputnya.

"Males, buat apa sih?" Ujar Sagara kesal.

"Kamu jangan kayak gitu. Arina tu orang baik."

"Kayak kenal aja kamu sama dia."

"Kita pernah ketemu, see. Kita pernah ketemu sekali."

"Iya ketemu doang kan, nggak sampe deket. Mending kamu bicara baik-baik ke dia kamu anter dia pulang dulu aku bisa naik grab."

"Shen jangan gila ya kamu, aku nggak mungkin ngebiarin kamu naik grab."

"Sagara, oke aku masih mencerna perjodohan kamu yang nggak masuk akal ini. Aku shock, kamu shock, dan aku yakin Arina juga shock. Tapi dengan kamu kayak gini kamu nggak kasihan ke Arina?"

"Dia ngehancurin hubungan aku sama kamu Shen, hubungan kita, aku udah nggak bisa lagi sama dia."

"Dia? Bukannya papa kamu?"

Shenina terdiam, begitu juga dengan Sagara. Tiba-tiba sekelebat memori menguar di kepala Sagara, saat ia dan Arina tengah berdebat panjang di chat setiap harinya, saat pertemuan pertamanya dengan Arina yang nggak berakhir baik. Tentang liburannya dengan Arina yang walau hanya singkat namun tak menampik kalau itu menyenangkan.

Sagara menyadari satu hal saat itu, bahwa Arina, tidak seharusnya ia salahkan. Bahwa Arina dan dirinya sama-sama korban. Korban dari keegoisan papanya yang brengsek.

Unwanted, WoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang