______
Jehian membuka pintu studio tanpa semangat, hari ini latihan kedua untuk single terbaru Saturn yang dijadwalkan rilis dua bulan kemudian. Saat ia memasuki studio, Haikal, Ajun, Sagara dan Mark sudah ada disana, mengenggam instrumen mereka masing-masing. Matanya tidak tertuju pada siapapun selain Sagara Bentala yang kini duduk diam di kursinya, memegang pick gitar sembari matanya berfokus pada lembar demi lembar kertas berisi panduan lagu baru mereka."Dari mana aja Yan?" Tanya itu datangnya dari sang manager, Mark yang kini menggenggam ponselnya sambil sesekali mengerutkan keningnya. Tanya yang keluar bukan tanpa alasan melainkan karena ia tahu betul kalau dirinya sudah terlambat tiga puluh menit dari waktu yang telah mereka sepakati.
Sayangnya, Jehian tidak terlalu peduli.
Serta merta ia berjalan menghampiri Sagara yang terduduk tanpa tahu apa-apa. Wajah Shenina terlintas di kepalanya pada detik setelahnya. Uratnya menegang, mengingat bagaimana Shenina berujar kemarin sore, saat mereka pada akhirnya bersua tapi dalam air mata Shenina yang tak terbendung lagi. Lagi-lagi soal Sagara.
Jehian ingat betul bagaimana dulu ia selalu berada pada posisi yang serupa. Shenina dan segala curhatannya soal Sagara yang selalu dilimpahkan gadis itu padanya.
Jehian tak berharap apa-apa saat Sagara mengatakan kalau ia menyukai Shenina, atau soal Shenina yang ternyata juga punya perasaan yang sama. Jehian hanya tahu kalau itu artinya perasaan yang ia miliki hanya perlu ia pendam saja. Yang ia tahu adalah bahwa perasaannya jadi tak lagi berguna.
Jehian pernah berjanji pada Shenina, dulu sekali, jauh sebelum Sagara masuk ke dalam kehidupan mereka, dulu sekali saat Jehian pernah berharap kalau suatu saat perasaannya kepada Shenina akan berbalas. Dulu sekali, saat mungkin ia yang polos menganggap kalau Shenina juga turut menyukainya.
Dulu sekali, Jehian pernah berjanji, akan melindungi Shenina, dari apa yang membuatnya kecewa, dari apa yang membuatnya sakit tak terkira, dari apa yang membuatnya sakit hati. Dulu sekali, saat Jehian masih berada dalam ketidaktahuannya soal perasaan orang dewasa yang terlampau kompleks untuk pikiran anak sekolah dasar sepertinya.
Tapi Jehian tidak pernah melupakan janji itu, kendati usianya tak lagi sembilan tahun lebih sebelas bulan, kendati pikirannya jauh lebih dewasa daripada ia yang sebelumnya.
Dulu Jehian pikir, Shenina akan sakit hati kalau ia dimarahi mamanya, kalau PR nya tidak dikerjakan dan ketahuan guru atau kalau teman-teman perempuannya menjauhinya karena alasan sepele seperti ia punya barang-barang yang lebih bagus dari milik mereka. Jehian pikir, ia hanya perlu mengelus puncak kepala Shenina, menenangkannya kalau gadis itu menangis, atau memarahi teman-teman perempuan Shenina yang julid. Mengoleskan kapur di kursi yang diduduki sang guru kalau guru itu memarahi Shenina dan rok guru itu akan penuh coretan kapur, atau sengaja mengotori jemuran mama Shenina kalau Shenina dimarahi olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unwanted, Wound
FanfictionSagara tidak mengharapkan Arina di kehidupannya begitu pula sebaliknya, namun tidak ada yang tahu bagaimana skenario ini berakhir pada akhirnya. ______ menangis di jalan pulang (1:38 - 2:18) -was aksaramantra-