"Jared."
Panggilan itu menghentikan kegiatan Jared Assad membantu para petugas membuka pintu lift. Ia berbalik, mendapati istrinya yang sakit sudah berdiri.
Rachel bersimbah keringat. Butirannya besar-besar, menuruni pelipisnya dan berlari menyusuri lehernya. Di dalam jaket Jared, keringat itu telah membuat kaus Rachel basah kuyup, berubah warna menjadi lebih tua, menempel pada tubuhnya dan mencetak lekukannya dengan tidak nyaman.
Jared mendekat, mengeluarkan sapu tangannya dan mengusap kening istrinya, menyeka butiran keringat dari sana, dari pipinya, dan dari lehernya. "Ada apa, Rachel?"
Baru Rachel sadari bahwa Jared menjadi begitu afektif setelah mereka menikah. Sebelumnya, pria itu tidak pernah menyentuhnya karena ia adalah orang asing. Sebuah kesan terbentuk, bahwa ia tidak merasakan kekerasan atau penyalahgunaan, bahwa Jared Assad tidak akan menyalahgunakan semua otoritas yang ia minta.
"Saya tidak akan ke rumah sakit," bisik Rachel pelan-pelan, dalam-dalam, berusaha tidak mengundang sanggahan dari suaminya.
"Kenapa?" tanya Jared lembut.
Pintu lift terbuka. Tenaga medis masuk dan segera mengerubungi keduanya.
Jared menahan mereka dengan sebuah gerakan dengan tangannya. "Istri saya tidak ingin ditangani oleh medis. Betul, Rachel?"
Rachel mengangguk susah payah.
"Jadi ke mana kita harus pergi?"
Medis bingung. Mereka melihat Rachel Helena sebentar lagi akan jatuh ke lantai, tetapi kedua orang ini santai-santai saja. Dalam pandangan mereka, tidak ada kesempatan untuk mengobrol atau membicarakan keperluan lain.
Rachel menatap suaminya dalam-dalam. "Tidak ada, Jared. Tidak ada tempat yang bisa menangani ini."
Sebuah kilatan lemah menggores bola mata hitam Rachel.
Kemudian mata sayu itu tertutup.
***
Ketika Rachel membuka matanya, itu adalah sebuah langit-langit kamar rawat.
Hal pertama yang Rachel sadari adalah bahwa ia sendirian di ruangan itu. Hal kedua, bahwa tidak ada lagi jaket Jared Assad. Hanya kaus lengan panjangnya. Wanita itu kemudian mengecek celananya di bawah selimut. Bawahannya sudah berganti. Celana itu sudah tidak ada lagi, diganti dengan sepotong celana panjang yang ia tidak tahu milik siapa.
Mungkin Jared Assad yang menggantinya. Tubuhnya memang bukan miliknya lagi ketika pria itu menginginkan kuasa atas semuanya. Namun, Rachel ingin berlari menyusul ibunya saat itu juga, karena tubuhnya yang ia simpan untuk dirinya sendiri, bagiannya yang paling rentan, telah dilihat orang lain. Jika bukan Jared, mungkin seorang perawat. Pria atau wanita, itu hanya persoalan jenis kelamin.
Gemuruh di dada Rachel membuatnya bangkit duduk dan menenggak segelas air. Rachel berpikir dengan begitu ia bisa menerima fakta bahwa ia baru saja terekspos. Ia tidak bisa. Rasa malu menimpa dadanya seolah ia adalah seorang gadis yang dipergoki mengupil oleh gebetannya. Jika tidak ada selang infus tersambung pada tangannya, ia akan segera berlari dan membeli beberapa botol alkohol demi melupakan semua itu.
"Selamat pagi."
Seorang wanita enam puluhan tahun berjalan memasuki ruangan. Rambutnya seleher, banyak helaiannya sudah berwarna abu-abu. Ia terlihat mengecatnya sesekali. Di balik kaca matanya, matanya melengkung indah. Hidungnya mancung dan bibir tipisnya tertekan datar.
Rachel tidak menjawab sapaan itu. "Siapa yang mengganti celana saya?" tanyanya, tidak peduli bahwa banyak dokter magang dan perawat yang mengekori konsulen mereka itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
She who Keeps both Heaven and Hell Occupied
RomanceRachel Helena memiliki misi untuk menjadi kekecewaan terbesar bagi ayahnya. Karena perselingkuhan ayahnya dengan pembantu mereka, ibu dari Rachel meninggal bunuh diri. Di hari yang sama, selingkuhan pria itu juga mati. Alhasil, Rachel mengubur ibuny...